Bila banyak orang kini
lebih memilih berdiam diri dan tawakal menyikapi segala problematika
yang terjadi dibangsa kita akhir – akhir ini, sesungguhnya mereka adalah
orang – orang yang hanya terpaku dengan pemberitaan media yang sayang
sekali hari ini lebih sering tidak “memihak” kepentingan rakyat lalu
kemudian tidak memilih keluar melakukan apapun yang bisa disumbangkan
untuk mencitrakan kembali keberaadaan Indonesia sebagai suatu kesatuan
bangsa yang besar, bangsa beradab dan berbudaya.
Dunia memang tengah
dilanda prahara, perang saudara terjadi dimana – mana, kekerasan
merajalalela, bencana menyimpan bau amis bangkai dari reruntuhan,
alampun seperti tak lagi meridhoi bumi tempat manusia berpijak dan
disini, di bangsa ini hari ini teror menjadi berita, membuntuti setiap
langkah yang akhirnya hanya melahirkan lagi kecemasan baru diantara
tumpukan kecemasan lain yang sudah mengendap lama; tentang harga diri,
tentang hak hidup, tentang kesejaahteraan—kemakmuran yang tak kunjung
menjadi milik lalu belum lagi aksi tipu – tipu, tindas menindas,
penjajahan kelas—yang berkuasa menindas yang kecil, yang kecilpun
akhirnya gelap mata.
Sadar sungguh setiap
manusia, teristimewa yang hidup sebagai bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia hari ini memiliki kecemasan besar, pesimisme
merundung hidup dan tidak ada yang bisa disalahkan karena begitulah
realitas yang patut diterima. Namun terlepas dari kenyataan tersebut
sudah sepatutnya kita meraasa terbebani dan mau melakukan aksi nyata
untuk mendorong perbaikan, bukan untuk berlomba – lomba menjadi dewa
penyelamat kaarena terang sungguh kita telah punya banyak dewa yang
sayangnya kini telah mandul menyanyikan mantra – mantra sakti mndara
guna, bukan juga untuk menjadi tabib karena terang sungguh kita juga
punya banyak tabib yang (sekali lagi) sayangnya sudah tidak lagi mampu
meracik ramuan mujarab untuk menyembuhkan sakit berkepanjangan tapi
untuk menjadi sebenar – benarnya anak bangsa yang tidak bertanya apa
yang Negara berikan namun sebaliknya apa yang mampu diberikan kepada
Negara karena bila sudah lama kedaulatan kita serahkan kepada
Negara—pemerintah untuk mewujudkan amanat bersama yang tertuang sebagai tujuan
Negara namun belum juga menunjukan tanda – tanda yang baik maka kita
(rakyat) harus bergerak. Biar saja pemerintah berkutat dengan politik
yang senantiasa melahirkan seteru, mari kita selamatkan bangsa dan
Negara yang sejatinya adalah milik kita.
Sebuah kabar datang melalui twitter, 17 April ini akan dilaksanakan aksi Berbeda dan Merdeka 100%.
Kabar yang menarik hati untuk tahu lebih jauh pastinya maka dengan
senang hati sayapun mengirimkan sebuah pesan singkat kepada teman si
pembawa kabar yang berlanjut pada kiriman imel.. Berbeda Merdeka 100%
adalah sebuah aksi yang digagas untuk kemudian meminta partisipasi
sebesar – besaarnya dan sebanyak – banyaknya dari semua teman – teman di
seantero nusantara untuk melakukan aksi dengan nama yang sama dalam
bentuk apapun baik offline maupun online di facebook, twitter,
blog dan lain sebagainya yang intinya adalah menyuarakan semangat
pluralisme, merayakan pengakuan hak untuk “hidup” dalam perbedaan. Ada
apa dengan Bhineka Tunggal Ika ? kita semua tahu jawabannya, maka begitu
partisipasi kita akan memberi nilai baik untuk menguatkan kembali atau
bahkan menghidupkan lagi nilai – nilai kebhinekaan yang semakin
terdistorsi.
Jauh diatas kepala
tergambar senyum suka cita ketika membaca kiriman imel Firliana
Purwanti, seorang teman penulis dan penggiat hak – hak perempuan dengan “
The O Project “ – nya yang dalam sebuah kesempatan diskusi yang tidak
terdugapun akhirnya saling mengenal. Adalah bayangan kejadian konflik
kemanusian 1999 di Maluku yang menjadi sebuah catatan penting mengapa
kemudian rasa syukur besar patut terpanjatkan betapa memperjuangkan hak
untuk hidup dalam perbedaan adalah sebuah misi suci. Sebagai generasi
yang besar dalam kecaamuk konflik belandaskan SARA di Maluku saya
kemudian hari ini memiliki harapan besar bahwa belajar dari pengalaman
adalah guru terbaik maka meributkan tentang perbedaan adalah sia – sia
karena perbedaan adalah kodrat manusia.
Maluku kini telah
keluar dari masa hitam konflik, masyarakat kembali hidup berdampingan
dengan menghidupkan sisi – sisi kemanusian, toleransi—hormat menghormati
atau dalam bahasa sehari – hari di Maluku populer dengan istilah baku
sayang. Keluarnya masyarakat Maluku dari konflik memang dipengaruhi
banyak faktor tapi bagi saya pribadi, anak kecil yang tumbuh besar dalam
masa kritis peradaban manusia Maluku konflik berakhir karena dua
hal yaitu yang pertama kesadaran masyarakat akan akar budaya masyarakat
yang telah hidup sekian ratus tahun yang diporak – porandakan oleh
persoalan yang tidak layak untuk diperdebatkan yaitu perbedaan, orang
Maluku memiliki Pela—Gandong sebagai nilai yang mampu menjadi alasan
untuk hidup berdampingan karena berbasis pada landasan kemanusian—Hak
Asasi Manusia serta yang kedua adalah massifnya gerakan muda yang
berbasis kesadaran untuk menghidupkan kembali ruang kreatifitas berbasis
budaya demi terciptanya medium rekonsiliasi dan kedua hal tersebut
perlu dijadikan pelajaran.
Di Ambon 8 Februari
lalu telah dilaksanakan sebuah aksi dengan tema “ suara damai dari timur
untuk Indonesia ” sebagai bentuk reaksi kritis untuk mengecam beberapa
peristiwa kekeraasan dengan berbagai motif yang terjadi beberapa hari
sebelumnya. Sebuah aksi budaya yang diisi sastra, teater, musik dan doa
digarap sederhana di Monumen Gong Perdamaian dunia sebagai sebuah suara
ajakan untuk menengok keberadaan masyarakat, saudara – saudara dari
timur atau daerah – daerah lain yang pernah luluh lantah dalam konflik
berlatar serupa bahwa biarkan perbedaaan hidup, terimalah dia karena
sesungguhnya datangnya adalah dari langit, dari pencipta.
Dari Ambon-Maluku
semua teman mengirimkan salam, doa dan harapan semoga Aksi Berbeda
Merdeka 100% 17 April nanti bisa berjalan maksimal dan mendatangkan
sebesar – besaarnya nilai untuk kemaslahatan bangsa. Amin.
---
Dulu kita merasa
terbatas karena jarak kita yang berjauhan tapi kini niat dan semangat
besar senantiasa akan meridhai segala apa yang kita cita – citakan dan
semoga itu selalu adalah hal baik. Ada yang pesimis dengan keberadaan
bangsa hari ini ? bila iya itu artinya anda memiliki kecemasan yang sama
dan mampu dijadikan semangat untuk mendorong perbaikan, kami di
Ambon-Malukupun memiliki keprihatinan yang sama maka begitu kami
bergerak menuju Indonesia; satu bangsa, satu Negara.
Kalo kata bang Iwan Fals Negara harus menciptakan ini dan itu, sungguh mari kita artikan saja sebagai sentilan dan mulailah menciptakan segala sesuatu untuk kita, bangsa dan Negara. Mari Bismillah, Tuhan berkati. :)
0 komentar:
Posting Komentar