Menulis Damai

http://photoblog.almascatie.com/
Life begins on the other side of despair - Sartre

Seberapa penting sebuah peristiwa pahit untuk diingat ? jawabannya adalah penting. Sebuah peristiwa pahit penting kiranya untuk diingat karna pada tahapannya mampu dijadikan momentum, batu tapal untuk menuju sebuah kondisi yang dicita-citakan. Setiap kejadian atau peristiwa pada kenyataannya menyisakan ingatan, pengalaman-pengalaman yang bila diterima akal sehat akan menjadi bahan pencerahan untuk fase berikutnya, fase perbaikan.

Kemarin untuk ke 13 tahunnya orang Maluku kembali mengenang tanggal 19 januari, tanggal penting yang secara sadar diingat sebagai momentum pecahnya konflik kemanusiaan di tanah raja-raja yang sebelumnya terikat dalam ikatan kekeluargaan dan kehidupan damai yang begitu tinggi nilainya. Rupa-rupa peringatan, rupa-rupa pula refleksi yang kiranya mampu disimpulkan sebagai bentuk kesadaran kritis orang Maluku. Arus besar masyarakat mengutuk peristiwa “idul fitri kelabu” tersebut sebagai bagian yang harusnya tidak pernah terjadi dalam sejarah hidup bangsa Maluku namun arus setelah itu menerima secara lapang dada dan mau menyebut peristiwa tersebut sebagai pelajaran berharga peradaban manusia Maluku.

Tuhan Melukis. Amboina.

Dalam tidur beta bermimpi. Tuhan menggambar diatas kanvas sebuah kota
Dengan bukit sebagai tempat peristirahatan
Dengan lembah sebagai ruang perjamuan
Dengan pesisir sebagai beranda

Arus yang bertemu di tanjung alang adalah pintu
Jalan masuk menuju rumah-rumah di pante yang anginnya sibu-sibu
batu merah ke rumah tiga
perahu layar bijak berlayar

beta lihat tuhan membuang jangkar di teluk lalu jadi dermaga
kapal-kapal besar bersadar. Orang-orang barat, orang-orang cina, orang-orang arab
orang-orang melayu menimbang hasil cengkeh dan pala
tempat yang ramai. Waktu itu.

Dalam mimpi beta lihat tuhan menulis diujung kanvas
Sebuah nama untuk kota kecil diantara bukit dan pantai
Amboina, tuhan melukis Amboina
Kota kecil tempat beta bangun, Amboina.