Fernando, bocah pesisir pencari bia

Share on :

Anak laki – laki itu bernama Fernando Pelamonia, duduk membelakangi matahari dan menunduk tekun memindahkan satu demi satu batu untuk menemukan apa yang dicarinya. Bia, Fernando mencari bia atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kerang tapi untuk jenis ini memiliki isi dan bisa dimakan. Fernando memang tidak sendirian, banyak pencari bia disekelilingnya tapi mata saya sudah tertahan pada anak laki – laki berbaju kuning itu, sayapun mendekat.

Mata Fernando memang awas, meski sedang fokus ekor matanya sudah menangkap saya yang mencoba mendekat padahal jaraknya kira – kira masih 5 meter dari tempat duduknya, Fernando mengangkat wajahnya dan tersenyum manis, sebuah penerimaan yang luar biasa menurut saya untuk seorang asing yang berniat mengganggu tentunya.

“ ini untuk dijual kak” jawab Fernando ketika saya bertanya untuk apa dirinya mencari bia “ ini bisa dimakan kak, caranya dilawar “ lanjutnya. Dilawar adalah istilah lokal Ambon untuk penyajian bia dengan cara merebus dan memadukannya dengan kuah santan. Hal tersebutpun saya ketahui dari anak berusia 11 tahun tersebut.

Fernando duduk dikelas 1 SMP dan sudah sejak usia 6 tahun ikut mencari bia dipantai ketika air meti[1]. “ emang laku dijual berapa ? “ Tanya saya . “ lima ribu kak satu tempat[2] “ jawab Fernando. “ lalu sehari bisa dapat berapa tempat ? “ Tanya saya lagi. “ paling banyak dua kak “ jawaban Fernando membuat saya tertegun betapa demi 5 ribu perak setiap harinya anak laki – laki itu telah memutuskan meninggalkan waktu bermain layaknya anak – anak kecil seumurannya untuk bermain sendirian dipantai mencari rejekinya.

Orang tua Fernando berprofesi sebagai petani dan sehari – hari dirinya mencari bia untuk memenuhi kebutuhan “jajan”-nya. Dalam perhitungan normalnya anak seumurannya, Fernando setidaknya membutuhkan duaribu rupiah untuk biaya transport pergi dan pulang dari sekolah, duaribu rupiah untuk jajan dan tersisa seribu rupiah bila rata – rata pendapatannya lima ribu perhari. Bagi saya Fernando bukanlah anak yang kurang beruntung karena setidaknya dirinya mampu menjawab kekurangan yang dihadapinya dengan berusaha melakukan apa yang bisa dilakukannya untuk memenuhi kekurangannya tersebut.

Fernando sedang mengumpul uang untuk membeli buku paket dari sekoalahnya, setiap harinya dia mampu menyisihkan Rp 3000 yang artinya dia hanya memenuhi ongkos transportnya ke sekolah selain itu tidak, disimpan semuanya untuk membeli buku. Sudah lebih dari lima jam Fernando duduk memindahkan batu, menggali pasir demi menemukan bia tapi ternyata hal tersebut tidaklah mudah sehingga belum juga setengah kantong dihasilkannya, saya merogoh kantong dan mengeluarkan satu lembar uang sepuluh ribu lalu menukarnya dengan kantong tersebut walaupun saya tidak mengonsumsi dan berniat membeli saja untuk menawarkan pada siapa saja kenalan yang tertarik mengkonsumsi. Fernando tersenyum dan baru saja saya mengucap terima kasih untuk hendak berpamitan, anak laki – laki hitam manis itu berdiri dan meminta saya menunggunya menukar uang untuk kembalian. Saya tersenyum dan member isyarat kepadanya untuk menyimpan saja uang kembaliannya,  Fernando tersenyum manis sekali. Dia anak Indonesia yang wajib menjadi panutan anak Indonesia lain. 
dia butuh segenggam bia untuk ditukar dengan sekantong berlian. :)

Semangat "besar" untuk Fernando :)  
    

  


[1] Bahasa sehari – hari Ambon yang digunakan untuk keadaan air laut yang surut.
[2] Istilah sehari – hari di Ambon untuk takaran dalam jual beli. Berlaku untuk bahan makanan seperti cabai, bawang dan sejenisnya.

0 komentar:

Posting Komentar