Mereka menyebutnya “after party”,
sebuah sebutan yang saya anggap asbun dan tanpa tendensi apapun. After party
ini bukan sebutan milik sekelompok orang yang sibuk mencari tongkrongan untuk
sekedar meluruskan kaki dan merenggangkan saraf-saraf yang tegang selepas lari
malam dari satu klub ke klub yang lain atau untuk sekelompok orang berbaju dan
bergaun pesta, tapi milik sekelompok orang yang “ga doyan” pulang setelah #obsat
bubar.
Di Obsat saya bertemu dengan
banyak orang baru, mereka yang kini tidak bisa begitu saja saya ke sampingkan
dan sudah saya yakini sebagai bagian dari masa depan setidaknya saya yakin akan
kembali berkumpul bersama mereka. Saya menyebutnya Jamaah After Party, sebutan
yang meminjam istilah yang sudah ada, ditambah fakta bahwa mereka bukan satu dua
orang, tapi beramai-ramai sehingga lebih cocok disebut jamaah.
Obsat adalah satu dari sekian
pilihan yang lahir dari keniscayaan bahwa hari ini social-media memiliki
peranan penting dalam kehidupan, setidaknya bagi mereka yang menjadi pengguna atau
lebih spesifik lagi disebut penggiat internet, dan memiliki kesamaan persepsi serta
kebutuhan mengaktualisasikan diri juga mentransformasikan pemikiran dalam rupa
kumpul-kumpul dan ngobrol-ngobrol. Obsat memang serupa party, banyak orang
berkumpul sambil makan-makan (gratis) juga pilihan “obrolan” sehingga memang
benar-benar mampu menjadi pilihan melunasi kesumpekan ibu kota serta waktu yang
mahal untuk bisa bertemu offline bukan online. Obsat dalam pemahaman saya
kemudian setelah beberapa kali datang memang akhirnya tidak lebih dari meeting
spot, pilihan hang out yang berisi untuk mereka yang sudah saya sebut
terlebih dulu di atas. Dari aktivitas itu saya kemudian mengenal beberapa
dari mereka yang seperti telah mengklaim diri sebagai warga #obsat dan menjadi
Jamaah After Party.
Apa yang menarik dari Jamaah
After Party ini? Jawabannya sederhana. Bagi saya, mereka adalah sedikit dari (mungkin)
banyak orang di Jakarta--generasi muda Indonesia--yang peduli terhadap hajat
hidup bangsanya dengan melakukan berbagai hal yang mereka senangi. Rata-rata
mereka adalah penggiat aksi sosial via social
media yang memang menjadi medium yang ideal untuk mengkampanyekan—mensosialisasikan
ide mereka, di samping juga sibuk bergulat dengan hobby menulis, mendongeng, dan
mencari uang dengan profesi rata-rata mereka yang tidak biasa, mulai dari
penyiar radio, pekerja lembaga sosial, guru, pewarta dan sebagainya.
Tuhan berkehendak via social
media, begitu menurut saya. Di linimasa saya mengenal @fullmoonfolks, peracau pluralisme
yang aktif menjadi relawan sigap bencana yang dalam pertemuan pertama kami
langsung terasa seperti dua orang yang telah berkenalan lama dan baru bertemu
lagi. Lalu perjumpaan dengan @dbrahmantyo, @siboglou, @ranume dan @chikadjati
yang sebelumnya dipertemukan Mbak Ai @pasarsapi di milis sebagai penggiat
#AkberJakarta. Lalu kemudian @arnellism, @sidhancrut, @ndigun dan @jemarimenari
yang benar-benar baru saya kenal di #obsat.
Tidak berlebihan kalau saya
menyebut mereka adalah anak-anak muda yang berprestasi karena setidaknya telah
melakukan apa yang bisa dilakukan untuk ruang hidup mereka, yang lebih
dari itu bisa menjadi nilai untuk negara dan bangsa. Indonesia memiliki harapan
di pundak anak-anak mudanya yang peka terhadap realitas sosial, kenyataan hidup
masyarakat yang ternyata sampai hari ini belum juga sesuai harapan. Di sini
(baca:Ambon) saya juga punya beberapa teman yang saya pandang istimewa karena memiliki
semangat besar untuk bisa selalu mewacanakan persoalan-persoalan dengan tidak hanya sekedar protes, tetapi mau berbuat sesuatu. Namun, untuk Jamaah After Party, saya memandang mereka sebagai sebuah nilai yang lebih bahwa karena mereka berada di Jakarta,
kota yang bagi saya rasa kemanusiaannya dipertanyakan. “Kebersamaaan” mereka
yang bila terus bisa dijaga dengan kemurnian dan kepekaan tersendiri bukan
tidak mungkin mampu menjadi batu tapal perbaikan di bangsa ini.
Generasi muda organik yang lahir
dari oranisasi-organisasi kampus atau kepemudaan hari ini bagi saya telah
diragukan eksistensinya. Maka kini waktunya generasi muda 2.0 merapat
karena keterpanggilan akan pemahaman yang sama dan rasa cinta yang datang dari
dasar hati paling dalam seorang manusia, tanpa orientasi apapun kecuali
melakukan apa yang dikehendaki nurani.
Ada banyak pertemuan mengesankan
yang dimulai dari dunia antah berantah online media dan ini sedikit yang saya
rekam. Semoga Jamaah After Party #obsat bisa terus bersama dan menjadi nilai bagi
kehidupan terutama untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik. #amin *ngelap muka* :D
Ambon, Juni 2011
*) bingung mau pake gambar apa, ga ada foto bareng jadi picnya ini ajah biar party-partynya jelas buat anak Indonesia :))
1 komentar:
UWOWWW!!!!! Cepat kembali ke jakarta dan mari kita ber-afterparty lagi kawan :)
Posting Komentar