![]() |
Foto: Daniel PG |
Ambon adalah kota besar? Bagi saya jawabannya adalah iya. Ada
banyak alasan kemudian yang bisa menjadi alasan mengapa Ambon dapat disebut
sebagai kota besar. Lepas dari tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi lebih
dari satu dekade silam, kota Ambon kini giat membangun—dipoles sana sini dan
hal tersebut adalah sebuah bentuk nyata mempersiapkan Ambon untuk kembali
mengecap kejayaan yang pernah diraih sekian puluh tahun silam.
Sebagai sebuah kota pelabuhan, Ambon memang merupakan kota
yang ramai. Perdagangan adalah nadi dari kehidupan masyarakat. Hal tersebut
tentunya ditunjang sepenuhnya dengan tingkat konsumsi yang sangat tinggi dari
masyarakatnya. Sebuah istilah populer di kalangan masyarakat Maluku khususnya
perkotaan yang mengisyaratkan betapa gengsinya orang Maluku (bukan hanya orang
asli tapi berlaku untuk semua orang yang menetap di Maluku, khususnya Ambon)
terhadap konsumsi, yakni “biar tulang balakang patah asal jang muka tabale”. Pembangunan
yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan konsumsi di kota Ambon kini pesat dilakukan
hal tersebut bagi saya adalah sebuah langkah positif tapi perkembangan tersebut
juga secara serius harus diikuti oleh peningkatan sumber daya manusia agar terjadi
sinergi yang positif, bukan sebaliknya “manusia” Maluku menjadi terjajah oleh
pesatnya pembangunan tersebut.
Pembangunan beberapa mal kabarnya akan mulai menunjukkan
bentuknya di tahun 2012. Sebuah sentra aktivitas ekonomi di tengah-tengah kota
Ambon juga sedang di bangun yaitu kawasan Tribune Lapangan Merdeka yang disulap
menjadi semacam pilihan tempat “nongkrong” berhadapan langsung dengan Monumen Gong
Perdamaian Dunia dan Patimura Park. Serta tidak jauh dari pusat ekonomi lain di
kota Ambon yakni Ambon Plaza, juga ada pembangunan hotel mewah di kawasan Victoria Park—Pantai
Losari Mardika yang langsung akan menghadap ke Teluk Ambon. Upaya pembangunan
besar-besaran meski dengan keterbatasan lahan yang terjadi ini membuktikan
betapa pembangunan kota Ambon merupakan sebuah kemutlakan yang sedang
diperjuangkan guna mengembalikan infrastruktur kota Ambon yang terkenal maju
pesat di era tahun 90-an.
Bagaimana Kota Ambon sepuluh tahun mendatang? Akan ada banyak
prediksi yang didasarkan pada persepsi masing-masing orang berikut spekulasi
yang akan berkembang. Namun, bagi saya pribadi sebuah keniscayaan bisa sangat
mungkin terjadi ketika pembangunan tidak disertai dengan peningkatan kualitas
masyarakat seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya. Ketimpangan bukan tidak
mungkin terjadi di Ambon ketika kendali ekonomi yang berputar sendiri justru
tidak bisa dikuasai oleh manusia Maluku, melainkan tenaga dari luar yang lebih
berkompeten dan siap untuk berkompetisi.
Ambon sangat bisa menjadi kota industri kreatif tempat tumbuh dan berkembang industri-industri lokal yang dimodali dengan kreativitas
asli manusia Maluku. Kreativitas orang Maluku adalah modal dasar. Namun kemudian
apakah kreativitas yang dimaksud menyangkut pada hasil ataukah hanya sampai
pada titik bakat hidup? Bagi saya manusia Maluku khususnya yang berada dalam
kawasan urban masih berada di bagian kedua, saya mengklaim diri kreatif tapi tidak
melakukan bentuk-bentuk kreativitas yang pada dasarnya menuntut hasil atau
pencapaian dari bakat hidup tersebut.
Problem terbesar di Ambon menyangkut sumber daya manusia
menurut saya terletak pada kurangnya kepedulian serta kesadaran manusia untuk mengembangkan potensi kreativitas yang dimiliki sehingga bisa menciptakan
semacam alternatif baru menyangkut hajat hidup, pilihan lapangan pekerjaan, dan
perbaikan kondisi kota. Pembangunan manusia menurut saya tidak semata-mata
diletakkan sebagai beban dari pemerintah untuk menyediakan fasilitas, tetapi bisa
dikembalikan kepada kekuatan personal untuk membentuk basis komunal sehingga
mencapai titik solid untuk terciptanya sebuah pergerakan yang ideal.
Beberapa waktu yang lalu ini hadir lagi satu tempat
nongkrong yang bagi kebanyakan orang disambut dengan sumringah karena dianggap
berkelas. Ambon kini menjadi kota besar? Jawabannya ada pada masing-masing
kita yang memandang harus kemana sebenarnya kota ini diperjuangkan, karena apalah artinya besar dalam huruf kapital tanpa menjadi makna yang baik.
Mari membangun kota Ambon bersama, berkelompok-kelompok dan
bersatu padu mengusung keyakinan yang sama bahwa kota ini harusnya dibangun
mulai dari diri kita sebagai anak negeri, bukan dari pencitraan gedung dan
sarana yang menyamarkan cita-cita yang ideal karena menjadi orientasi kita. Pusing? Saya juga pusing. Mari kita “lakukan” hal-hal kecil yang baik untuk tanah
lahir kita ini. #TommaMaju
0 komentar:
Posting Komentar