Bila aku dengar orang menyebut-nyebut kota
Aku pasti ingat rumahku di kampung
Berada di lereng
Bukit-bukit kecil yang menghadap ke laut.
Bila aku dengar orang mengucap selamat pagi
Aku pasti ingat ibuku
Setiap pagi berkawan angin. Berbisik
Pada anak-anak, pada ranting-ranting
Bila aku dengar pagi di kota
Aku pasti ingat rumah dan ibu di kampung
Menggantung di kening. Tersimpan dalam hening
Ingatan dan sedih telah berada jauh.
Bila aku dengar pagi.
Aku pasti ingat kicau pagi disekitar rumah
Seribu Lilin Untuk Sondang
Diposting oleh
iphank dewe
on Selasa, 13 Desember 2011
/
Comments: (0)
acara : malam refleksi seribu lilin untuk sondang
waktu : Jumat, 16 desember 2011, pukul 19.00 WIT.
tempat : pelataran kampus IAIN - ambon
acara akan diisi dengan pembacaan puisi dan renungan. akan dihadiri oleh teman-teman mahasiswa, komunitas sastra, penggiat HAM dan lain sebagainya.
acara terbuka untuk umum dan menerima segala bentuk apresiasi positif.
salam.
Puisi Untuk Sondang Hutagalung
Diposting oleh
iphank dewe
on Senin, 12 Desember 2011
Label:
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra,
Sondang Hutagalung.
/
Comments: (0)
Aku tak mengenalmu. Apalagi pernah bertegur sapa denganmu.
Aku hanya mendengar namamu. Orang-orang memperbincangkanmu.
Berita-berita mewartakan peristiwamu. Aksi yang untuk sebagian orang disebut heroik dan oleh sebagian orang lain dinilai sebagai tindakan yang konyol
Foto-fotomu cepat sekali menyebar. Dari yang masih tersenyum lebar hingga yang matamu terpejam
Aku merasa dekat disitu. Dari gambar-gambar yang banyak itu
Aku merasa melihat bukti. Otentik untuk sebuah perjuangan yang bukan hanya sekedar wacana
Sondang, bila kau masih hidup dan bisa menjawab pertanyaanku. Aku ingin bertanya hal-hal sederhana untukmu
Apa yang setiap hari kau pikirkan?
Buku apa yang kau baca ?
Musik apa yang kau dengar ?
Pikiran siapa yang kau yakini ?
Malam macam apa yang kau cintai ?
Kesunyian macam apa yang menjadi temanmu ?
Lalu keberanian apa yang membuat kau memilih membakar diri hidup-hidup. api menyala disekujur tubuh.
kulit yang melepuh, luka bakar yang menganga, dengan kesakitan yang tiada bisa diukur. kau menerima kematiian.
sebagai tamu. teman lama yang datang membawa hadiah
Sondang, aku percaya banyak orang yang memikirkan apa yang engkau pikirkan. banyak orang pula menyuarakan hal yang sama dengan yang engkau suarakan. Tapi bahwa banyak orang berani berkeputusan untuk mati menjadi martir, menjadi batu tapal sebuah perjuangan. Aku ragu.
Sakit rasanya kamu sebelum akhirnya berpisah dengan hidupmu tentu tidak lebih sakit dari rasa sakit mendengar komentar miring orang-orang yang mungkin sama sok tahunya dengan orang yang peduli. Tapi aku merasa jalanmu bukan jalan yang pendek, jalanmu adalah jalan panjang yang pasang dan surut. Mendaki banyak bukit-bukit, menuruni ngarai-ngarai yang curam dan menepak dijalanan penuh duri dari batu-batu kerikil, batu-batu karang hingga ranting-ranting kering.
Sondang, untukmu aku menulis ini. Sajak dari seseorang yang tiada saling kenal.
Pikiranmu tua. Lebih tua dari umurmu. Pikiranmu berat. Seberat penderitaan banyak orang yang yakin sungguh menjadi cerminmu.
Bukumu bukan buku "how to", bukan pula buku puisi cengeng yang mendebarkan. Bukumu buku catatan, kitab kehidupan yang lebih suci dari lusinan kitab suci.
Lagumu bukan lagu hip-hop, lagumu juga bukan lagu bob marley atau beatles. Lagumu adalah doa. Doamu untuk banyak orang yang kau perdengarkan dengan diam.
Pikiranmu bukan pikiran dogma, pikiranmu bukan pikiran populer yang dibeli murahan di lapak harian ibu kota. Pikiranmu adalah pikiranmu, pikiran yang menjadi tokoh utama dalam cerita yang kau susun sendiri.
Malam sunyi menguburmu. Waktu mengabur dan sesat tiada terperikan untuk sebuah pilihan perjuangan.
Orang-orang berpikir. Macam-macam rupanya. Namun engkau, sondang yang muda dan berani telah lebih dahulu tiba diujung. Jalan panjang yang berliku lalu luka. Menyala membakar ingatan.
Sondang, aku mengenalmu. Dalam cerita banyak orang. Dalam berita-berita.
Aku berkaca padamu. Berkaca padamu yang berkaca pada banyak orang-orang. Sakit. Hati. Memilih mati.
---
Ditulis di sekitar jalan AJ Patti, Ambon sore ini. Sondang ....
Aku hanya mendengar namamu. Orang-orang memperbincangkanmu.
Berita-berita mewartakan peristiwamu. Aksi yang untuk sebagian orang disebut heroik dan oleh sebagian orang lain dinilai sebagai tindakan yang konyol
Foto-fotomu cepat sekali menyebar. Dari yang masih tersenyum lebar hingga yang matamu terpejam
Aku merasa dekat disitu. Dari gambar-gambar yang banyak itu
Aku merasa melihat bukti. Otentik untuk sebuah perjuangan yang bukan hanya sekedar wacana
Sondang, bila kau masih hidup dan bisa menjawab pertanyaanku. Aku ingin bertanya hal-hal sederhana untukmu
Apa yang setiap hari kau pikirkan?
Buku apa yang kau baca ?
Musik apa yang kau dengar ?
Pikiran siapa yang kau yakini ?
Malam macam apa yang kau cintai ?
Kesunyian macam apa yang menjadi temanmu ?
Lalu keberanian apa yang membuat kau memilih membakar diri hidup-hidup. api menyala disekujur tubuh.
kulit yang melepuh, luka bakar yang menganga, dengan kesakitan yang tiada bisa diukur. kau menerima kematiian.
sebagai tamu. teman lama yang datang membawa hadiah
Sondang, aku percaya banyak orang yang memikirkan apa yang engkau pikirkan. banyak orang pula menyuarakan hal yang sama dengan yang engkau suarakan. Tapi bahwa banyak orang berani berkeputusan untuk mati menjadi martir, menjadi batu tapal sebuah perjuangan. Aku ragu.
Sakit rasanya kamu sebelum akhirnya berpisah dengan hidupmu tentu tidak lebih sakit dari rasa sakit mendengar komentar miring orang-orang yang mungkin sama sok tahunya dengan orang yang peduli. Tapi aku merasa jalanmu bukan jalan yang pendek, jalanmu adalah jalan panjang yang pasang dan surut. Mendaki banyak bukit-bukit, menuruni ngarai-ngarai yang curam dan menepak dijalanan penuh duri dari batu-batu kerikil, batu-batu karang hingga ranting-ranting kering.
Sondang, untukmu aku menulis ini. Sajak dari seseorang yang tiada saling kenal.
Pikiranmu tua. Lebih tua dari umurmu. Pikiranmu berat. Seberat penderitaan banyak orang yang yakin sungguh menjadi cerminmu.
Bukumu bukan buku "how to", bukan pula buku puisi cengeng yang mendebarkan. Bukumu buku catatan, kitab kehidupan yang lebih suci dari lusinan kitab suci.
Lagumu bukan lagu hip-hop, lagumu juga bukan lagu bob marley atau beatles. Lagumu adalah doa. Doamu untuk banyak orang yang kau perdengarkan dengan diam.
Pikiranmu bukan pikiran dogma, pikiranmu bukan pikiran populer yang dibeli murahan di lapak harian ibu kota. Pikiranmu adalah pikiranmu, pikiran yang menjadi tokoh utama dalam cerita yang kau susun sendiri.
Malam sunyi menguburmu. Waktu mengabur dan sesat tiada terperikan untuk sebuah pilihan perjuangan.
Orang-orang berpikir. Macam-macam rupanya. Namun engkau, sondang yang muda dan berani telah lebih dahulu tiba diujung. Jalan panjang yang berliku lalu luka. Menyala membakar ingatan.
Sondang, aku mengenalmu. Dalam cerita banyak orang. Dalam berita-berita.
Aku berkaca padamu. Berkaca padamu yang berkaca pada banyak orang-orang. Sakit. Hati. Memilih mati.
---
Ditulis di sekitar jalan AJ Patti, Ambon sore ini. Sondang ....
Perempuan Malam
Diposting oleh
iphank dewe
on Selasa, 29 November 2011
/
Comments: (0)
dalam malam kelam, engkau duduk muram. anak-anakmu menangis seperti hendak berziarah ke makam, lalu marabahaya terus mengancam. jangan terpejam, berpesan engkau pada hati kecilmu dengan kejam. kertas buram, menunggu disulam. semakin sering dihantam, semakin sering mengecerkan logam.. tapi lampu-lampu padam, listrik sudah putus dengan bohlam. berlalu engkau dari duduk yang keram, pulang kerumah setelah adzan subuh menikam dan kamera wartawan menghujam.
"bila nanti ibu mati dirajam, bahagialah ibu sudah hidup jadi temaram" berbisik anak malam, mengusap-ngusap pipimu yang lebam.
nasib jadi bungkam. sedih jadi haram.
Refleksi Badati Damai: Leang Sayang Laeng, Leang Lia Laeng
Diposting oleh
iphank dewe
on Jumat, 25 November 2011
Label:
#BadatiDamai,
Ambon,
Ambon Damai,
Catatan,
Maluku,
Perdamaian Maluku
/
Comments: (2)
Hujan deras yang sempat mengguyur kota Ambon pelan-pelan berubah
jadi gerimis, pukul 19.15 WIT saya berhasil mendarat di Gong Perdamaian Dunia tempat
akan berlangsungnya Refleksi “Badati Damai”. Meski hujan baru mereda, ternyata
sudah banyak orang yang datang dan mempersiapkan acara yang sederhananya adalah
medium “baku dapa” orang-orang yang menghendaki kehidupan damai di Maluku.
Dari Sebuah Tempat Yang Jauh
Diposting oleh
iphank dewe
Label:
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra
/
Comments: (0)
Dari tempat yang jauh
Dari waktu yang berbeda
Aku mengingatmu. Lemah
Aku rasa tubuhnku. Butuh segera bersua
Dari rumahku
Aku membayangkanmu yang berada dirumahmu
Memikirkan aku. Sama seperti aku memikirkanmu
Hanya sebatas pikiran. Kita tak dapat saling bercumbu
Aku sayang padamu
Lalu kau jawab: Aku juga sayang padamu
Pesan pendek tak pernah bisa berkesudahan
Terlalu pendek untuk mengungkap perasaan. Terlebih-lebih sebuah ciuman
Dari tempat yang jauh
Kita bicara. Sebentar saja
Karna sesudah itu hening. Marah
Pada jarak. keadaan yang menihilkan bahkan untuk sebuah pelukan yang
biasa-biasa saja
Dari rumahku
Aku menulis puisi untukmu
Bicara padamu. Pada hatimu
Aku mencintaimu. Bahkan sudah lebih dari itu.
Batu Hitam Di Lapangan Hijau
Diposting oleh
iphank dewe
/
Comments: (0)
Lalu sudah dia berdiri
Sudah berlari sekencancang-kencangnya
Meninggalkan genangan air mata, darah yang mengering. Menuju senyum
kebanggaan orangt-orang di dusun
Dengan bola. Satu-satunya miliknya
Dari sebuah rumah sederhana, dimana ribuan bau bisa bercampur
Mata yang tajaam bisa lahir, menyala terag menghidupkan gelap
Tangan dan kaki yang kokoh. Anak-anak terbaik yang mematahkan ranting
dan batu-batu tajam
Lawan terbaik kawanan babi hutan
Di bawah sorot lampuh dan teriakan yang pecah
Duka dari luka bisa diingat. Bisa pula dirawat
Hal-hal sederhana yang mengenangkan. Orang-orang mati tanpa batu nisan
Ditebus batu hitam yang jadi tumpuan ribuan haarapan
Sepetak tanah disamping rumah. Teman-teman kecil sepermainan
Tertinggal sudah jauh dibelakang
Hanya doa-doa yang melayang, menembus batas. Sesuatu yang tidak akan
bisa dipandang
Hanya bisa dirasa.
Lalu lampu-lampu sudah padam
Suara-suara sudah mengabur
Batu hitam dilapangan hijauh tetap riuh. Sudah jauh ditinggalkannya
rumah, juga gawang kecil disamping yang tiada lagi punya bintang. Bermimpilah
dia
Dalam senyap yang tersisa. Kemenangan.
Kemerdekaan. Batu-batu hitam ditanah yang hitam
Sepak Bola: Dari Rakyat, Untuk Rakyat
Diposting oleh
iphank dewe
on Senin, 21 November 2011
/
Comments: (0)
Bukan sesuatu yang berlebihan bila mengatakan selain bencana,
sepak bola adalah hal lain yang dapat mengeratkan rasa persaudaraan dan
kebangsaan bangsa Indonesia. Lautan manusia, sorak-sorai, dukungan semangat dan
doa yang mengalir kencang untuk tim sepak bola kita di final malam ini adalah
satu lagi bukti dari pendapat tersebut. Sepak bola sebagai sesuatu yang
bernilai penting memang bukan baru terjadi malam ini, sepak bola adalah sesuatu
yang masih “benar-benar” milik rakyat, masih benar-benar bisa melambungkan
harapan setiap orang setinggi-tingginya dan yang terpenting hasil dari setiap
pertandingan, apapun itu adalah milik semua rakyat Indonesia.
Tentang Sebuah Kentut di Ambon
Diposting oleh
iphank dewe
on Minggu, 20 November 2011
/
Comments: (0)
Siapa tak tak mengenal kentut. Kecil memang
Tapi itu hanya nampaknya
Sebuah kentut mengamalkan pribahasa kecil-kecil cabe rawit
Abis dikentut bisa jadi harus dirawat
Sebuah kentut dalam sejarah peradaban manusia memang sering jadi pemicu
Perdebatan, adu mulut sampai adu parang
Pertikaian. Bahkan mungkin sejenis perang saudara
Dimana harga diri ditegakkan jadi umbul-umbulnya
Sebuah kentut kadang bisa disamakan dengan retorika politik
Tajam baunya, tak tampak wujudnya
Seribu kali dicari, seribu kali kecewa. Alih-alih menunggu
Buahnya bisa jadi cuma kesal, geram dan sakit hati
Sebuah kentut dalam dunia medis dapat divonis berbahaya
Dikategorikan racun karena berasal dari jenis makanan yang berbahaya
iri hati, dengki dan hal-hal picik lainnya
Tidak butuh banyak. Satu dua kali “proot” pasti kritis
Lalu…
Apa hubungan sebuah kentut dengan Ambon
Bukankah sebuah kentut ada dimana-mana, dikota manapun
Jawabannya adalah iya. Iya di ambon kentut bisa jadi sesuatu. Datang dari
satu pantat dan dihembuskan ke seantero negri dan membuat orang-orang mabuk
Di kota ambon yang kecil, sebuah kentut bisa nyaring terdengar
Membahana disegala penjuru
Menggema dari ujung ke ujung
Memancing perhatian semua orang
Di kota ambon yang orang-orangnya gemar berkumpul, sebuah kentut bisa
jadi sebuah perdebatan
Didebatkan beramai-ramai, dijinjing kemana-mana
Jadi bahan gunjing. tak habis dimakan waktu
Apalagi berubah jadi sepatu ataupun batu
Di kota ambon yang lebih mirip kampung, sebuah kentut bisa dikepung
Dijadikan menu utama yang diserubu seluruh negeri
Umpan yang dikerumuni ribuan ikan di laut
Macam mantra yang bisa turunkan moyang-moyang dari bukit-bukit
Lalu…
Bisakah manusia berperang melawan sebuah kentut yang katanya adalah kodrat
Bisakah orang-orang menyelamatkan ambon dari ancaman sebuah kentut
Jawabannya tanyakan pada angin yang berhembus dipesisir. yang tak
pernah menyelipkan sisir di saku belakang atau berlagak pilon tidak punya bulpen
untuk tanda tangan.
Katong Seng Tako (Melawan Teror)
Diposting oleh
iphank dewe
on Jumat, 18 November 2011
Label:
Ambon,
Ambon Bergerak,
Beta Maluku,
Catatan,
Opini,
Perdamaian Maluku
/
Comments: (0)
![]() |
foto almascatie: pattimura muda |
Gerakan-gerakan besar didunia
yang mendorong perubahan pada prinsipnya adalah gerakan-gerakan yang menutut
perbaikan. Ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan pada kenyataannya selalu
menjadi alat tekan, landasan bersikap untuk melakukan sebuah upaya. Gerakan perubahan
adakah sebuah keniscayaan karena dalam pandangan apapun, sebuah perbaikan
adalah nilai yang penting untuk mencapai tingkatan-tingkatan tertentu. Secara umum,
sebuah gerakan mendorong perubahan—sebuah gerakan yang menuntut perbaikan
bermuara pada cita-cita paling sederhana dalam kehidupan manusia yaitu
kesejahteraan.
Hari apa ini ?
Diposting oleh
iphank dewe
on Rabu, 16 November 2011
Label:
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra
/
Comments: (0)
Orang-orang yang memilih berjalan di lorong gelap hari
Masih diawasi. Tiada beda dengan tahun-tahun sebelumnya
Sedang orang-orang yang mengendap-ngendap sendiri dalam keramaian hari ini
Tidak lagi dianggap sesuatu yang aneh. Berubah menjadi sebuah aliran,
sebuah ajaran
Koran-koran sudah tidak dipercaya
Begitupula televisi dan radio
Berita-berita lebih dianggap karangan indah berisi kebohongan
Lalu orang-orang lebih percaya pada desas desus ketimbang apa yang
diketahuinya sendiri
Orang-orang yang memilih berteriak merdeka di lorong gelap hari ini
Masih terus dimata-matai. Salah-salah dianggap pengacau, salah-salah
dihakimi keadaan
Sedang orang-orang yang menyanyikan lagu cinta palsu di panggung
hiburan hari ini
Tidak lagi dianggap sebagai penipu. Sebab semua terdengar baik, laksana
nabi yang membawa kebenaran dari langit
Zaman berubah. Manusia-manusiapun berubah. Jadi pongah
Dalam kepongahannya manusia jadi lebih suka berdebat, jadi lebih suka
baku hantam
Tanpa jalan keluar yang sepenuhnya dikembalikan sebagai hak tuhan
Kebenaran kini duduk bersanding dengan kesejahteraan. Menjadi barang
mahal. Semisal mimpi basah dibawah kolong jembatan penyebrangan
Orang-orang yang memilih marah di dalam lorong hari ini
Masih diintimidasi. Dianggap musuh dan harus dimatikan
Sedang orang-orang yang berbaik-baik diruang hampa hari ini
Tidak lagi dianggap sesuatu yang sia-sia. Banyak orang seperti beradu
melakukan satu hal yang sama
Kebaikan, hal-hal sederhana
Hal-hal kecil seperti air susu ibu dimasa kanak-kanak kini naik
harganya
Bukan karena tingginya permintaan
Tetapi karena sudah langka dan dimusiumkan. Sesekali saja dipajang
dipigura untuk dipertontonkan untuk kepentingan meriahnya sebuah arena pertunjukan
Orang-orang yang berlari mengejar bayangannya didalam lorong hari ini
Masih dikebiri, dianggap hidup dijaman jahiliya dan tidak mampu
mengupgrade kehidupannya
Sedang orang-orang yang berteriak-teriak kemanusiaan dari kamar gelap
Sudah tidak dianggap lagi seuatu yang kosong. Karena bisa jadi artis,
dibayar berjuta-juta dan semua orang ingin naik kelas yang sama
Orang-orang yang berguru hal-hal baik didalam lorong hari ini
Yang percaya tentang perbaikan harus dimulai dari hal-hal kecil didalam
diri
Sungguh tidak lagi lebih baik dari orang-orang yang mengharamkan palu
arit dalam gambar tapi menjadikannya mainan kunci seribu pintu
Mimpi-mimpi kebaikan dijual murah dan semuanya nampak jadi lebih baik.
Orang-orang hari ini.
Hari apa ini ?
Perempuan Indonesia
Diposting oleh
iphank dewe
on Selasa, 15 November 2011
Label:
orang indonesia
/
Comments: (0)
Tulang-tulang yang busuk
Diposting oleh
iphank dewe
on Senin, 14 November 2011
Label:
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra
/
Comments: (0)
Hampir malam, ketika itu. Aku tidur direrumputan. Menyibak ilalang.
Memperbaiki bayang-bayang. Lalu datang bau tajam. Menusuk dari bawah, mendesak
naik lalu memenuhi udara. Tulang-tulang penuh darah, keluar mencari makan—menembus
kulit.
Amis, aku mencium amis. Amis yang datang dari tubuhku
sendiri. Lalu aku bingung, berusaha mengajaknya bicara. “Tulang-tulang mengapa?”
tapi tulang-tulang diam tak punya suara. “tulang-tulang ada apa? Tulang-tulang
tetap tak menjawab, tetap keluar—tetap kemana-mana.
Tulang-tulangku. Masihkah jadi tulang-tulangku. Mengapa tak
bicara padaku. Mengapa pergi meninggalkan aku.
Sebelum aku terbaring disini. Jauh sebelum jasadku lahir. Jauh
sebelum tulang-tulang berdarah-darah menembus kulit. Di langit, tulang-tulang pernah
dijanji. “kelak sekalian dari kamu—wahai tulang-tulang rusuk akan dipertemukan
kembali. Membayar rindu, selamanya hidup bersama”.
Tidak ada air mata, tulang-tulang tidak pernah punya air
mata. Tulang-tulang pula tidak pernah punya pilihan. Hanya bisa menerima. Lalu bila
ternyata tulang-tulang rusuk tidak dipertemukan kembali. Tulang-tulang akan
busuk. Akan keluar membayar rindu, masuk ketanah mencari pasangannya yang
tertimbun tanah merah yang masih basah.
Lalu kini aku menangis. Menyaksikan tulang-tulangku keluar. Menjadi
bukan tulang-tulangku. Mencari tubuhmu. Mencarimu yang mati membawa pergi keinginanku,
harapanku dan semua pakaian yang masih membungkus urat kemaluanku untuk tidak menjadi gila
karena terlalu lama berjarak darimu. Tuhan mungkin punya rencana lain, tapi
tulang-tulang rusukku memilihmu. Sudah keluar, berdarah-darah menuju
rumah barumu yang basah dengan air hantaran dan air mataku yang jatuh mengalir membelah lautan. Aku menangis, melepas tulang-tulang rusukku busuk ditelan kerinduan.
Tulang-tulang rusukku adalah tulang-tulang rusukmu. Begitupun
begitu.
Bulan Yang Tenggelam Di Piring
Diposting oleh
iphank dewe
on Kamis, 10 November 2011
Label:
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra
/
Comments: (0)
Aku dengar orang-orang ribut
Aku lihat sekelompok mahasiswa dikejar-kejar keparat
Di televisi. Orang-orang berselisih pendapat
Mendebatkan hal-hal. Ikhtiar merebut sebelum direbut.
Lalu aku dengar angin berhembus
Membungkus nyilu dari kesunyian yang kian hari kian membius
Di balik nyiru dua ekor serangga bersenggama
Aku ingin kembali bicara perihal cinta
Di depan pintu kamarku. Di Ambon
Aku duduk dan memandang langit malam yang warnanya biru
Melihat bulan dengan mata telanjang. bulat-bulat minta ditikam di ulu
Sebuah piring kosong berisi air dihadapanku berubah jadi bulan. Bisa dimakan.
Aku ingin kau mendengarku
Sama seperti aku mendengar bunyi angin, juga orang-orang yang ribut
Aku ingin kau melihatku
Sama seperti aku melihat bulan yang sandra perasaan yang begini keparat
Pada piring dimana bulan tenggelam aku bicara
Sayang, aku telah belajar mencintaimu sejauh ini
Maka jangan pasung aku dalam amarah sebab aku sekarang cuma bisa rasa
Bicara pada bulan. Aku mencintaimu: hingga sabar menanti begini.
---
Perempuan yang Menanak Cinta didalam Dadanya
Diposting oleh
iphank dewe
on Senin, 07 November 2011
/
Comments: (1)
perempuan yang memendam rindu dalam malam
telah menanak cinta didalam dadanya
kesunyian bagai bohlam-bohlam
pijar cahayanya menusuk dari mana-mana
di bangku tengah rumah ia terduduk
diatas tiap lembar kulit yang pelan-pelan mengelupas ia berdoa
hidup ternyata derita: bahkan setelah nyawa berani digadai diujung badik
waktu sudah jauh, ingatan-ingatan sudah mengabur: semua sudah dilupa
di meja dekat bangku ia tertunduk
ditulisnya duka di atas selembar surat
anak laki-lakinya mati: suaminya hilang tiada kabar, tiada suara
lalu keinginan sudah tua, harapan-harapan sudah usang: dirinya sudah belajar melupa
perempuan yang memadu sepi
sambil menyulam selimut untuk dirinya sendiri
berkata: masa depan oh masa depan, beri tanda bahaya
orang-orang jahat masih berkeliaran. mereka menebar racun, memaksa kuasa dengan paksa
api amarah padam
tulang sudah remuk redam
keberanian telah digugat tragedi silam
yang tersisa cuma doa yang mengiklaskan dendam: tetap rapi tersimpan
---
untuk perempuan-perempuan yang ditakut-takuti masa lalu. sejarah bangsa adalah sejarah penindasan.
SMS Komodo Untuk Sapi dan Kambing Kurban
Diposting oleh
iphank dewe
on Sabtu, 05 November 2011
/
Comments: (0)
Bunyi petas petus petasan sudah berkurang. Cuma tinggal satu dua saja
Tapi takbir masih berbunyi keras tanda pesta persiapan belum selesai
Sapi-sapi dan kambing-kambing yang tidak pernah harus mandi itu sedang
lepas pisah
Mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang berjasa
Sapi-sapi dan kambing-kambing tahu takdir mereka
Hanya butuh hidup sehat dan sabar menjelang takdir ditangan tukang
jagal
Entah untuk dijual lalu dibeli dijadikan rendang
Atau dipotong-potong kecil-kecil lalu dibagikan pada kaum yang fakir
Sapi-sapi dan kambing-kambing tahu nasib mereka
Hanya butuh jadi manfaat semasa hidup dan sesudah mati
Kadang mungkin rasanya mereka yang lebih layak menyombongkan diri
Bisa jadi manfaat ketimbang manusia yang hanya bisa bikin onar
Disela-sela pesta perpisahan seekor sapi mendadak lemas dipojokan
Rasa nyilu merambat dari kaki hingga perut, hingga kepala hingga
matanya kunang-kunang
Ada apa sayang ? Tanya seekor
sapi lain dengan seribu tanda tanya dikepala
Kematian tidak akan pernah memisahkan kita. Sapi itu berkata lagi
Sapi yang terkulai lemas itu menggeleng
Melihat disekitarnya telah berkerumun sapi-sapi dan kambing-kambing
lain
Jangan cemas padaku. Ujar sapi yang baru saja hampir dikasihi itu
Ini tentang pesan ini, tambah sapi sambil menyodorkan handphonenya
Bunuh saja aku.
Penggal kepalaku
Kuliti kulitku
Rebus dagingku
Hidangkan aku dimeja makan orang-orang yang rakus itu
Biar mereka puas. maka begitu ijinkankanlah aku ikut dikurbankan bersama kalian
Pesan singkat satu rupiah itu datang dari komodo
Komodo yang frustasi karna diputar dimeja pemodal
Tiba-tiba semua menitikan satu tetes air mata
Satu tetes air mata untuk menolak satu rupiah yang membuat komodo
dibully habis habisan
Andai saja nabi sulaiman masih hidup
Mungkin sekarang sudah direbutnya toa masjid untuk sekedar bicara
Tuan-tuan dengar tuan
Komodo minta disembelih besok. Bersama sapi dan kambing-kambing yang
akan bertemu dengan tuhannya
Aku Mendengarmu: Sunyi
Diposting oleh
iphank dewe
/
Comments: (0)
Aku mendengarmu bicara banyak
Tentang perjumpaan, tentang perpisahan
Tentang bunyi-bunyi air yang kadang tak sempat direkam daun-daun
Aku mendengarmu bicara rupa-rupa
Tentang kebahagian, tentang kesedihan
Tentang langit jingga yang kadang terlalu cepat berubah menjadi malam
Aku mendengarmu
Meski engkau tak pernah bicara padaku. aku dengar
Aku dengar tawamu yang pecah. yang membuat semua orang menoleh kearahmu
Aku dengar tangismu yang luruh. yang membuat semua bahu tertuju padamu
Aku dengar. Aku dengar semuanya
Aku dengar sampai akhirnya engkau tak lagi berkata apa-apa
Aku dengar. Aku dengar semuanya
Aku dengar sampai akhirnya tiada lagi suara-suara
Engkau mati ditikam kata-katamu
Engkau mati ditelan mimpi-mimpimu
Aku dengar. Aku dengar mulutku berkata amin
Tapi setan dikepalamu tak butuh amin
Aku tak punya madu
Maka begitu aku tak bisa engkau hisap
Aku tak bisa engkau makan hidup-hidup
Maka engkau tak pernah bicara padaku
Tapi aku tetap mendengar
Sampai akhirnya engkau mati.
--- sunyi
Jakarta Hujan
Diposting oleh
iphank dewe
on Kamis, 03 November 2011
Label:
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra
/
Comments: (0)
untuk sebuah kota yang ramai. jakarta
hujan adalah rindu. solusi sekaligus masalah
kebanyakan orang menepi
lalu kebanyakan lagi yang lain tetap berada dijalan. terjebak
siapa yang akan pedulu siapa
padahal tubuh sudah saling himpit-himpitan. mengutuk atau bahkan menikmati hal yang sama
ada senyum malu-malu
meminta api. membakar diri demi sebuah rasa. hangat
untuk sebuah kota yang ramai. jakarta
hujan adalah ribuan musafir yang tersesat dan mengalihkan perhatian
kebanyakan orang enggan bersalaman. atau bahkan hanya untuk sekedar tegur sapa
lalu kebanyakan yang lain rela telanjang bersama. saling meraba.
apa yang lebih penting dari pertanyaan apa-apa
bahkan ketika pikiran dan ingatan disusupi perihal yang sama. kenang mengenangkan
ada senyum-senyum sendiri
bila itu rasa sudah larut dalam dingin. tidak tahu akan dibawa kemana
untuk sebuah kota yang ramai. jakarta
hujan adalah parade kemanusian. ritual mandi bersih yang bebas dipilih atau tidak
perag kelas nampak jelas. memasang taring dengan rupa-rupa bunyi mengabur yang nyaring ditelan gemuruh
lalu orang-orang sadar. hidup yang retak hanya milik manusia
larut. hanyut. dalam hujan.
jakarta
---
beberapa hari lalu (setelah hujan), Oktober 2011
Mati di Laut
Diposting oleh
iphank dewe
on Minggu, 23 Oktober 2011
Label:
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra
/
Comments: (0)
Bisakah kita bicara disaat-saat seperti ini
Ketika angin bertiup dari mana-mana dan aku tak mampu menghalau. Rindu
Aku melihat jutaan kilatan tanda panah mengapung di lautan
Menuntunku pulang ke satu-satunya dermaga yang aku tuju. Ingatan
tentangmu.
Aku kini sudah pergi
Meninggalkan dunia yang berselisih
Orang-orang pintar yang saling serang
Orang-orang setengah pintar yang gemar bergunjing
Juga mereka yang tidak masuk kedalam hitungan keduanya. Yang hanya bisa
saling sikut, saling tendang
Bisakah kita bicara disaat-saat seperti ini
Ketika langit mulai diliputi gelap dan aku gagap bernyanyi. Merdu
Aku menyaksikan ratusan camar terbang rendah
Mengajarkan aku perihal bersyukur. Masih sempat menjilat sumpah serapah
Aku kini sudah jauh
Melewati batas gelombang radio. Keluar tanpa membawa TV apalagi surat
kabar
Juga aturan-aturan. Segala kepatutan yang harus dibayar lunas diatas
tanah tempat bendera berkibar
Dalam telanjang aku nelangsa. Dadaku bergetar.
Bisakah kita bertemu disaat-saat seperti ini
Ketika aku lebih banyak bicara sendiri dan berkaca pada mata. Waktu
Namun bila tidak. Akan aku titip sebuah pesan untukmu bersama ombak
yang bergulung ke pesisir
Bertemu denganmu, mencium kakimu. Menjilati kuku-kuku lentikmu
Dari atas palka kapal aku bersaksi
Sudah kutulis namamu. Lengkap beserta irisan senyum khasmu di batu-batu
karang
Biar dihempas ombak. Ombak yang sebelumnya sudah kucampurkan dengan
satu tetes air matamu
Mulutku kaku tak lagi bisa mengucap mantra. Hanya doa kecil yang bisa
aku ucap hampir malam itu. Dalam namamu.
Bila sudah tiba musim timur.
Tunggu aku dipesisir. tempat dimana bayanganmu bisa membelah lautku
Pesanku akan tiba padamu
Sepucuk surat berisi tanya jawab yang tertulis di tangan akan bicara
padamu:
Beta sudah sudah pulang bertemu maut. Ketika itu kita sudah tiada lagi
bisa berpaut.
Beta mati di laut.
Dalam Doa Bapa Kami
dalam doa bapa kami
bicara kepada anak-anaknya
perihal taman bunga, operihal mata-mata air susu. keluar dari batu-batu. kelopaknya warna-warni, mengalir turun ke samudra
dalam doa bapa kami
berpesan kepada anak-anaknya
ketamakan itu berbuah sengsara. sedang kesabaran itu lebih dari apapun. keduanya berperang, tentukanlah yang mana yang harus jadi pemenang
dalam doa bapa kami
berhitung sebab akibat kepada anak-anaknya
hiduo di dunia adalah hukuman. jangan beratkan hukuman kemudian dengan menambah dosa. berbuatlah kebaikan dan pandai-pandailah bersyukur
dalam doa bapak kami
beroleh selamat (semoga) kepada anak-anaknya
amin
Aku ingin mati di pantai
Diposting oleh
iphank dewe
/
Comments: (0)
sayangku. aku lahir di pantai
tempat ribuan ombak pecah di karang setiap hari
tempat laut bitu berubah keemesan . lalu kemudian hitam
di pantai. alam bernyanyi
tifa dan gitar bergetar di dalam angin
melantunkan puji-pujian sepanjang waktu
aku selalu mabuk
lupa diri. tidur di atas pasir
lalu anjing-anjing datang membangunkanku
menjilati kaki-kaki. matahari sudah pulang ketika itu
sayangku. aku ingin mati di pantai
dikubur hanyut ke dilautan yang sunyi
tempat dimana aku pernah datang
tempat dimana aku akan pulang
aku ingin menari dan bernyanyi. sayang
tanpa apa-apa kecuali doa-doa
aku ingin mandi matahari. sayang
lalu tidur. lalu mati. lalu
sudah
tempat ribuan ombak pecah di karang setiap hari
tempat laut bitu berubah keemesan . lalu kemudian hitam
di pantai. alam bernyanyi
tifa dan gitar bergetar di dalam angin
melantunkan puji-pujian sepanjang waktu
aku selalu mabuk
lupa diri. tidur di atas pasir
lalu anjing-anjing datang membangunkanku
menjilati kaki-kaki. matahari sudah pulang ketika itu
sayangku. aku ingin mati di pantai
dikubur hanyut ke dilautan yang sunyi
tempat dimana aku pernah datang
tempat dimana aku akan pulang
aku ingin menari dan bernyanyi. sayang
tanpa apa-apa kecuali doa-doa
aku ingin mandi matahari. sayang
lalu tidur. lalu mati. lalu
sudah
Bukan Sepi. Sepi
Diposting oleh
iphank dewe
on Selasa, 20 September 2011
/
Comments: (0)
Aku tidak akan pulang kerumah. Ketika riuh.
Aku tidak akan kembali ke dalam pelukan. Ketika banyak mata tertuju padamu
Aku ingin sepi-sepi.
Menyalakan api dan menghangatkan tubuhku sampai tiba saat dirimu pantas kembali. Padaku.
Ilalang terbakar. Ketika itu aku duduk di pojokan.
Menukar rasa cinta yang sukar. Aku tidur di kaki malam. Melupa diri. Mabuk sendiri.
Bila malam pulang. Pagi datang. Dan aku masih disini. Jangan cari
Aku bisa kembali pergi
Menabung kerinduan
Mengusir dingin dengan matahari yang bisa membakar ubun-ubun. Lalu aku lari. Lagi.
Sayangku. Ini sajakku.
Sajak kejujuranku.
Sajak yang sejak lama sudah tertimbun. Lalu menguap kembali ke udara bersama hari.
Aku mau sepi sayang. bersamamu.
Atau sepi sendiri jua. Tak akan mengapa.
Aku tidak akan kembali ke dalam pelukan. Ketika banyak mata tertuju padamu
Aku ingin sepi-sepi.
Menyalakan api dan menghangatkan tubuhku sampai tiba saat dirimu pantas kembali. Padaku.
Ilalang terbakar. Ketika itu aku duduk di pojokan.
Menukar rasa cinta yang sukar. Aku tidur di kaki malam. Melupa diri. Mabuk sendiri.
Bila malam pulang. Pagi datang. Dan aku masih disini. Jangan cari
Aku bisa kembali pergi
Menabung kerinduan
Mengusir dingin dengan matahari yang bisa membakar ubun-ubun. Lalu aku lari. Lagi.
Sayangku. Ini sajakku.
Sajak kejujuranku.
Sajak yang sejak lama sudah tertimbun. Lalu menguap kembali ke udara bersama hari.
Aku mau sepi sayang. bersamamu.
Atau sepi sendiri jua. Tak akan mengapa.
Kepada BS
Diposting oleh
iphank dewe
on Senin, 19 September 2011
/
Comments: (0)
Temukan aku. Di tempat biasa.
Tempat dimana semua sama adanya.
Temen. Kau tau aku benci terang. Aku benci lampu-lampu putih.
Maka temukan aku di tempat biasa. Tempat kita duduk dan berbagi rupa-rupa cerita
Teman. Bila kau lupa
Ingat aku. Aku yang duduk disamping atau dihadapanmu.
Menyulang kepedihan dan menelan keperihan.
Di emper. Di parkiran
Aku yakin kau akan selalu teringat.
Temukan aku. Di tempat biasa.
Tempat dimana semua sama adanya.
Temen. Kau tau aku benci terang. Aku benci lampu-lampu putih.
Maka temukan aku di tempat biasa. Tempat kita duduk dan berbagi rupa-rupa cerita
Teman. Bila kau lupa
Ingat aku. Aku yang duduk disamping atau dihadapanmu.
Menyulang kepedihan dan menelan keperihan.
Di emper. Di parkiran
Aku yakin kau akan selalu teringat.
Temukan aku. Di tempat biasa.
Menolak Lupa
Diposting oleh
iphank dewe
on Rabu, 07 September 2011
/
Comments: (1)
kepada Munir Said Thalib
aku duduk di beranda; jam 7 malam itu
berfikir tentang banyak hal; lebih banyak tentangmu
tentang masa-masa silam—hari-hari suram; kemarin
pewarta bercerita banyak tentang kenang-kenangan
sedang angin masih bawa terbang kabar data dan fakta
aku mengingatmu; bersama kengiluan yang di torehkan dalam kisah
pemimpin-pemimpin kita yang lalim
binasa; jasad sudah jadi abu
tapi air mata darah perjuangan yang mana yang bisa dilupa
aku menolak puji-pujian yang aku pikir pantas untuk di berikan untukmu
sebab mungkin dirimupun tidak pernah menginginkan itu
aku tulis pesan dari depan pintu; jam 7 malam itu
tepat 7 tahun; parodi kekuasaan itu memenjarakan tubuhmu
kematian boleh peroleh kisah yang sudah
tapi semangat bisa menjalar kemana-mana—keringatmu sudah tumpah, sudah
merembes ke tanah
ini adalah pesanku, penolakan atas lupa
penolakan atas pengingkaran janji-janji palsu
lalu tidak akan aku kirim rangkaian bunga untuk mengiasi pusara
biar kau tahu kini perjuanganmu telah mengeras jadi batu
aku masih disini: sama sepertimu yang masih disana
tidak berpindah dan tetap memilih menjadi batu tapal perjuangan hak
menyala terang dalam malam; kelak
sebelum lewat hari, lalu orang-orang sibuk lagi
aku kirim doa; lengkap dengan palungku di atas kepala
kami masih terus mengingat, terus berbuat—berjuang seperti halnya
dirimu; aminkan terus doa kami.
---
Ambon, 7 September 2011
(terinspirasi dari twit @sepedamalam: anak-anak yang melawan Negara; bukanlah anak-anak yang murtad terhadap
bangsanya dan di bacakan dalam peringatan 7 Tahun “Mengenang Munir, Menolak
Lupa” @ Moluccas Democratization Watch -
Ambon)
Doa untuk tanah yang manis
Diposting oleh
iphank dewe
on Selasa, 06 September 2011
Label:
Ambon Manise,
Bengkel Sastra Maluku,
Puisi,
sastra
/
Comments: (2)
Oleh Rudi Fofid
Dari teluk sampai ke gunung, Tuhan, inilah Amboina,
Kota yang Kau bangun dengan jari-jari tangan-Mu
sendiri.
Tanahnya teramat manis seperti ranumnya buah-buah
pala,
Wangi bagaikan
cuaca musim panen, bunga-bunga cengkih
Sioh, tanah Ambon adalah rahim ibu kandungku,
Sungai-sungai tak pernah berhenti mengalirkan air
susu.
Kami selalu
mendesahkan nafas menjadi banyak lagu.
Karena ada arus laut, embun jatuh dan angin
sibu-sibu
O, kami mau menari di bandar, cakalele di bawah
angin
Biarkan kami berlayar di atas ombak yang
berdebar-debar
Kami mau kalahkan luasnya laut yang terkadang penuh
misteri
Sebagaimana moyang kami selalu pulang mengibarkan
bendera
Maka kumohon Tuhan, mari pukul tifa rebana dengan nyong-nyong
Ambon,
Tersenyumlah bagi nona-nona penari lenso, gendong
anak-anak zaman
Lambaikan tangan kepada ama-ama dan ina-ina kaeng
kabaya
Biarkan saja kami terharu dan air mata tumpah karena
cinta
Tuhan, rembulan dan matahari dari Leitimur Selatan
ke Tanjung Alang
Cahayanya menjadi bidadari, turun mandi di air teluk
yang gilang-gemilang
Sioh, jangan ambil pesona itu dari lembah-lembah dan
gunung-gunung
Sebab bunga akan layu, andarinyo menangis, ikan dan
udang mengambang
Maka kuduskanlah mesbah
Ambon dengan percikan hujanmu dari langit
Supaya terberkatilah Upulatu kota bersama
saniri-saniri yang bijak berperi
Kewang
perkasa di darat dan laut, kapitan berhati baja kabaresi
Maueng kami yang agung, dan marinyo yang bergerak
menembus tiap hati
Kami sekarang ada dalam lingkaran kaeng gandong yang
suci murni
Melingkar pulau melingkar kota melingkar negeri
Melingkar baileo, melingkar paparisa
Melingkar jiwa raga, melingkar jantung hati
Tuhan, biarkan kami bermimpi tentang negeri damai,
kota untuk semua orang
Kami bisa minum kopi dengan nikmat, tiada peduli
pada suara burung hantu
Anak-anak berlari di hamparan pasir dan karang,
dan terus melaju sebagai tombak menembus masa depan
0, sang timur, beri kami tahun-tahun terang yang
takan redup dan padam
Supaya kami selalu melangkah di jalan-jalan cahaya
yang Kau kehendaki
dan dari kemuliaan-Mu di atas sana, Kau bisa
tersenyum melihat ke bawah
sebuah kota laut biru dengan keindahan yang lebih
sastrawi dari beribu puisi,
Dari teluk sampai ke gunung, Tuhan, inilah Amboina,
Kami percaya pada kerahimanmu yang tiada punya batas
Jagalah kami seperti Engkau menjaga biji mata-Mu
sendiri
Supaya kami
beroleh selamat, di tanah yang begini
surgawi
Ambon, September 2011
(* ini adalah puisi yang saya bacakan sebagai doa ulang tahun kota Ambon yang ke 463 Tahun malam tadi)