![]() |
foto almascatie: pattimura muda |
Gerakan-gerakan besar didunia
yang mendorong perubahan pada prinsipnya adalah gerakan-gerakan yang menutut
perbaikan. Ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan pada kenyataannya selalu
menjadi alat tekan, landasan bersikap untuk melakukan sebuah upaya. Gerakan perubahan
adakah sebuah keniscayaan karena dalam pandangan apapun, sebuah perbaikan
adalah nilai yang penting untuk mencapai tingkatan-tingkatan tertentu. Secara umum,
sebuah gerakan mendorong perubahan—sebuah gerakan yang menuntut perbaikan
bermuara pada cita-cita paling sederhana dalam kehidupan manusia yaitu
kesejahteraan.
Di sekitar pertengahan tahun 2008
di Jakarta terjadi sebuah gelombang besar melawan teror. Sebuah upaya yang
sangat substansial menyangkut hak atas rasa aman yang secara langsung dapat dikaitkan
sebagai akibat dari peristiwa meledaknya Bom di dua Hotel mewah di kawasan Kuningan
yaitu JW Mariott dan Ritz Carlton. Sebuah rasa aman adalah hak asasi, bagian
yang sangat diinginkan semua orang dan merupakan bagian utuh dari mimpi tentang
kesejahteraan yang telah disampaikan sebelumnya. Apa arti sebuah mimpi tentang kesejahteraan bila rasa aman tidak dimiliki ? jawabannya adalah tiada.
Gelombang besar yang terjadi
sebagai imbas peristiwa yang sedikitnya memakan 9 korban tewas dan puluhan
orang luka-luka tersebut tidak dilakukan dalam bentuk aksi protes/ turun jalan/
demonstrasi melainkan dilakukan dengan cara yang lebih persuasif berupa transfer
nilai, upaya membangun keyakinan dan keberanian untuk bersikap: Kami Tidak Takut… Kami Tidak Takut.
Perang terbesar manusia adalah
perang melawan teror, perang melawan rasa takut dan keadaan bahwa dirinya
selalu terancam. Hal tersebut kiranya yang dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia
khususnya mereka yang berada di Jakarta pasca kejadian tersebut sehingga
menjadikan gelombang melawan teror, melawan rasa takut atau yang kemudian bisa
dikategorikan sebagai bentuk melawan segala bentuk traumatisme begitu cepat
meluas yang walaupun saat itu hanya disebarkan melalui online media namun
kemudian cepat merambat menjadi semacam sebuah pilihan untuk landasan bersikap.
Orang Ambon Melawan Teror
Tragedi kemanusiaan yang terjadi
di Maluku tahun 1999 sudah lewat, orang-orang sudah belajar bahwa sebuah
konflik tidak akan pernah mendatangkan keuntungan lebih besar dari pada
kerugian. Sebuah hal mendasar yang sekiranya tertulis dalam berbagai macam
naskah yang mereview berbagai konflik yang pernah terjadi diberbagai belahan
dunia. Tahun 1999 adalah tahun kelam, lebaran hitam peradaban manusia di
Maluku, sebuah masa yang secara pribadi saya yakini sebagai sebuah cacatan
penting bahwa dalam kehidupan sesudahnya tidak pernah lagi boleh terjadi hal yang
sama.
Minggu 11 September 2011 silam,
kota Ambon kembali diguncang sebuah peristiwa yang mengetarkan kembali
sendi-sendi kehidupan persaudaraan dan rasa aman yang sudah dibangun setidaknya
dalam 5 sampai 6 tahun terakhir. Sesuatu yang menurut saya tidak perlu terjadi
namun bil hanya kemudian dipandang sebagai sebuah penyesalan hal tersebut
tidaklah kemudian mendatangkan arti apa-apa sehingga dibutuhkan wacana yang
lebih kritis dan rasional untuk melahirkan solusi untuk tetap menjaga kehidupan
yang sudah berjalan baik sekian tahun di Maluku khusunya di Kota Ambon.
Meski memakan korban jiwa dan
ratusan rumah terbakar di akibatkan peristiwa minggu kelabu tersebut, keadaan
kota Ambon dapat kembali di kendalikan dan hal tersebut tentulah tidak lepas
dari partisipasi aktif masyarakat yang mampu menghalau isu-isu dan segala
bentuk provokasi yang dengan sangat mudah berhenbus. Pengalaman telah
mengkristal menjadi benteng ampuh untuk menjaga kehidupan yang lebih baik. Orang-orang
sudah tidak lagi gampang dibakar emosinya, orang-orang sudah tidak gaampang
lagi dusulut api kemarahannya karena yang lebih penting dari itu pada
kenyataannya adalah memelihara rasa aman yang dibutuhkan semua orang dalam
kehiduoan.
Orang-orang Maluku atau lebih
spesifik orang-orang di Ambon saat ini sedang berperang melawan teror, melawan
rasa takut dan traumatisme yang secara sadar kembali mencuat bersama peristiwa
yang terjadi 11 September lalu tersebut. Dalam pantauan kami, kondisi kota
Ambon yang saat ini kondusif saat ini secara sadar berada jauh dengan kondisi
sebelumnya. Segregasi-segregasi kembali hadir, pengkotak-kotakan yang
didasarkan pada basis komunitas kembali terbentuk dan aktivitas kota yang relative
kecil secara terbuka seperti meletakan kondisi keamanan kepada aparat keamanan
yang secara terbuka kembali menduduki kantong-kantong yang dianggap rawan
dengan persenjataan lengkap. Sebuah keadaan yang sungguh tidak sesuai dengan
harapan mengingat pada prinsipnya secara umum keseluruhan orang yang hidup di
kota Ambon menginginkan kehidupan yang berjalan baik seperti yang terjadi
sebelumnya.
Keinginan dan sikap untuk hidup
damai dari masyarakat adalah sebuah senjata ampuh untuk mendorong perubahan,
mengupayakan perbaikan atas kondisi yang saat ini terjadi. Menurut saya, dalam
memerangi kondisi yang belum sepenuhnya stabil dan mengupayakan kehidupan yang
di inginkan masyarakat di Ambon harus mengambil sikap dan meneriakan hal satu
hal yang sama yakni menolak segala bentuk teror, isu dan ketakutan-ketakutan
yang ada. Semua orang harus berdiri dan berteriak lantang: Katong Seng Tako.
Penegasan sikap dalam satu suara bersama seperti ini bagi
saya bisa dipandang sebagai bagian dari pembentukan politik identitas. Pembentukan
bahasa-bahasa baru untuk menjadi identitas, yang dikombinasikan dengan
tindakan-tindakan sosial seperti ini secara aktif akan melahirkan sikap kritis
dan sadar terhadap keadaan yang ada. Sesuatu yang secara sederhana kemudian boleh dikatakan serupa dengan yang pernah terjadi di Jakarta dalam melawan teror bom.
Upaya melawan teror dengan mengatakan tidak takut terhadap musuh-musuh
bersama ini adalah sikap positif yang akan mendorong lahirnya kondisi yang
lebih baik. Partisipasi semua lapisan masyarakat adalah syarat karena dapat
mengaplikasikannya dalam berbagai medium sederhana. Hidup damai harus
diupayakan, harus diprovokasikan dan semua orang berhak berteriak bersama: katong seng tako… katong ingin hidop lebe
bae.
0 komentar:
Posting Komentar