Puisi Untuk Sondang Hutagalung

Share on :
Aku tak mengenalmu. Apalagi pernah bertegur sapa denganmu.
Aku hanya mendengar namamu. Orang-orang memperbincangkanmu.
Berita-berita mewartakan peristiwamu. Aksi yang untuk sebagian orang disebut heroik dan oleh sebagian orang lain dinilai sebagai tindakan yang konyol

Foto-fotomu cepat sekali menyebar. Dari yang masih tersenyum lebar hingga yang matamu terpejam
Aku merasa dekat disitu. Dari gambar-gambar yang banyak itu
Aku merasa melihat bukti. Otentik untuk sebuah perjuangan yang bukan hanya sekedar wacana

Sondang, bila kau masih hidup dan bisa menjawab pertanyaanku. Aku ingin bertanya hal-hal sederhana untukmu
Apa yang setiap hari kau pikirkan?
Buku apa yang kau baca ?
Musik apa yang kau dengar ?
Pikiran siapa yang kau yakini ?
Malam macam apa yang kau cintai ?
Kesunyian macam apa yang menjadi temanmu ?
Lalu keberanian apa yang membuat kau memilih membakar diri hidup-hidup. api menyala disekujur tubuh.
kulit yang melepuh, luka bakar yang menganga, dengan kesakitan yang tiada bisa diukur. kau menerima kematiian.
sebagai tamu. teman lama yang datang membawa hadiah

Sondang, aku percaya banyak orang yang memikirkan apa yang engkau pikirkan. banyak orang pula menyuarakan hal yang sama dengan yang engkau suarakan. Tapi bahwa banyak orang berani berkeputusan untuk mati menjadi martir, menjadi batu tapal sebuah perjuangan. Aku ragu.
Sakit rasanya kamu sebelum akhirnya berpisah dengan hidupmu tentu tidak lebih sakit dari rasa sakit mendengar komentar miring orang-orang yang mungkin sama sok tahunya dengan orang yang peduli. Tapi aku merasa jalanmu bukan jalan yang pendek, jalanmu adalah jalan panjang yang pasang dan surut. Mendaki banyak bukit-bukit, menuruni ngarai-ngarai yang curam dan menepak dijalanan penuh duri dari batu-batu kerikil, batu-batu karang hingga ranting-ranting kering.

Sondang, untukmu aku menulis ini. Sajak dari seseorang yang tiada saling kenal.
Pikiranmu tua. Lebih tua dari umurmu. Pikiranmu berat. Seberat penderitaan banyak orang yang yakin sungguh menjadi cerminmu.
Bukumu bukan buku "how to", bukan pula buku puisi cengeng yang mendebarkan. Bukumu buku catatan, kitab kehidupan yang lebih suci dari lusinan kitab suci.
Lagumu bukan lagu hip-hop, lagumu juga bukan lagu bob marley atau beatles. Lagumu adalah doa. Doamu untuk banyak orang yang kau perdengarkan dengan diam.
Pikiranmu bukan pikiran dogma, pikiranmu bukan pikiran populer yang dibeli murahan di lapak harian ibu kota. Pikiranmu adalah pikiranmu, pikiran yang menjadi tokoh utama dalam cerita yang kau susun sendiri.
Malam sunyi menguburmu. Waktu mengabur dan sesat tiada terperikan untuk sebuah pilihan perjuangan.
Orang-orang berpikir. Macam-macam rupanya. Namun engkau, sondang yang muda dan berani telah lebih dahulu tiba diujung. Jalan panjang yang berliku lalu luka. Menyala membakar ingatan.

Sondang, aku mengenalmu. Dalam cerita banyak orang. Dalam berita-berita.
Aku berkaca padamu. Berkaca padamu yang berkaca pada banyak orang-orang. Sakit. Hati. Memilih mati.


---
Ditulis di sekitar jalan AJ Patti, Ambon sore ini. Sondang ....

0 komentar:

Posting Komentar