Hujan deras yang sempat mengguyur kota Ambon pelan-pelan berubah
jadi gerimis, pukul 19.15 WIT saya berhasil mendarat di Gong Perdamaian Dunia tempat
akan berlangsungnya Refleksi “Badati Damai”. Meski hujan baru mereda, ternyata
sudah banyak orang yang datang dan mempersiapkan acara yang sederhananya adalah
medium “baku dapa” orang-orang yang menghendaki kehidupan damai di Maluku.
Saya langsung berpelukan dengan Wesly Johanes, Frans Hayaka
Nendisa, Yesco, Usi Elsye Syauta dan semua orang yang saya temui. Sebuah luapan
rasa rindu karena memang dalam beberapa waktu terakhir tidak beraktivitas bersama.
Malam ini akan jadi malam yang hebat, begitu gumam saya ketika melihat Pendeta
Jacky Manuputty juga wartawan sekaligus sastrawan Maluku Opa Rudi Fofid berada
di antara kerumunan orang yang bersiap-siap. Peluk hangat mengalir, semangat
positif merambat di seluruh tubuh. Ini malam agung, hati saya ngotot mengatakan
itu.
Acara dimulai dengan penyampaian singkat hal ikhwal
diadakannya malam refleksi damai dan keberadaan kelompok badati itu sendiri
oleh Yesco. Badati pada prinsipnya adalah gerakan provokasi perdamaian yang
digagas oleh orang-orang muda dari lintas agama, ras, suku, golongan dan wilayah
yang diwujudkan dalam aksi membagikan kopi dan roti di pos-pos jaga masyarakat
sejak terjadinya bentrokan 11 september lalu. Tak dapat dipungkiri, kejadian
bentrokan tersebut mengakibatkan kembali kondisi keamanan yang tidak menentu,
masyarakat secara inisiatif menciptakan kembali pos-pos jaga untuk menjaga
keamanan wilayah sekitar tempat tinggal. hal ini kemudian menjadi medium gerakan
yang dianggap efektif oleh orang-orang muda yang peduli perdamaian ini untuk menggagas
badati dan mengambil peran diskusi menyampaikan informasi serta pesan-pesan
perdamaian lewat kopi dan roti yang mereka bawa.
Bait-bait puisi dibawakan, nyanyian-nyanyian merdu
mengiringi dan semua orang seakan larut dalam suasana kebersamaan yang jujur
saja bagi saya terlalu indah untuk dirusak. Aprino Berhitu membacakan sebuah
narasi berjudul (kalau tidak salah) Nilai SMS Almascatie yang berkisah tentang
pesan pendek yang dikirim ketika peristiwa minggu kelabu tersebut. Aprino
Berhitu adalah salah satu korban yang rumahnya dikawasan Halong Mardika yang
rumahnya terbakar dan Almascatie sebagaimana yang dinarasikan adalah seorang
muslim yang menaru simpati dan doa kepadanya serta memintanya untuk menjaga
kedua orang tuanya. Ada rasa haru, sedih dan suka cita bercampur baur disana,
Aprino mengatakan bahwa dia menggantikan perasaannya yang mungkin harusnya
berupa benci dengan cinta untuk hidup tetap saling mengasihi satu sama lain
serta betapa bernilainya sebuah pesan pendek dari Almascatie yang ternyata saat
itu belum saling mengenal dekat. Tuhan mencintai orang-orang yang saling
mengasihi dalam kesulitan, desis saya.
Wesly Johanes di undang pembawa acara untuk menjadi
moderator diskusi. Dalam keriaan dan senyum khas, Wesly berkata “beta mau maju
dekat-dekat deng dong, beta mau dudu di dekat dong. Disana, disana dan disana“ Wesly
mendekat dikerumunan “basudara” yang datang menyaksikan malam refleksi dan
menunjuk kesegala arah merepresentasi keinginannya untuk berada dekat. Sebuah pertanyaan
tanpa basa basi membuka kesempatannya “Basudara apa itu damai?”. Satu demo satu
jawaban megalir, seribu satu persepsi diberikan untuk melengkapi pertanyaan
Wesly tersebut. orang-orang menjawab dengan hati, tiada difikir karena rasanya
murni keluar sebagai bagian dari pengalaman sadar. Hujan sempat kembali turun,
lumayan deras tapi tidak menggoyahkan semangat orang-orang untuk terus
bertahan.
Sebuah lirik provokatif dari lagu yang dibawakan kelompok
RAP berformasi tiga orang dengan nama Cidade menghentak, menggetarkan saya
untuk kesekian kali “ … sio basudara sampe jua’e… jang bakalai, itu seng bae …
hidup bae lebe bae … “ menurut cerita lagu tersebut diciptakan dalam waktu dua
jam dimalam 11 september silam kemarin. Sebuah ekspresi spontan, kemarahan yang
keluar dalam lirik permintaan sederhana karena dalam bentuk apapun dan oleh siapapun
itu, kedamaian adalah mimpi yang tidak bisa diganggu gugat dan menjadi fitrah
hidup setiap manusia.
Satu persatu pertunjukan silih berganti, komunitas bengkel
teater embun hadir dalam konsep pertunjukan putih untuk damai. sebuah konsep
cerita sederhana yang menggambarkan pertentangan dua kelompok yang
masing-masing secara bergantian mengalimatkan puisi Chairil Anwar, Kepada Dien
Tamaela “… beta api di pantai,
titisan laut berdarah laut… beta Pattirajawane, dijaga datu-datu cuma satu” dilanjutkan
aksi seorang tokoh perempuan berjubah putih yang membuat kelompok yang
berseteru kaku dengan pesan-pesan perdamaiannya. Cerita singkat yang member kesan
moral yang mendalam.
Malam menanjak larut, hujan sudah tiada—tersisa awan tebal
yang menggulung dilangit ketika Opa Rudi Fofid membacakan narasi dalam bahasa
tanah yang diartikan Usi Elsye secera bergantian. Bulu kuduk saya berdiri,
merinding mendengar narasi yang bagi saya lebih terdengar seperti
mantra-mantra. Pesan-pesan yang mengalir terekam jelas, mengeras dalam kepala
dan mengendap memilih jadi ingatan. Sebuah kalimat tajam yang saya paham benar
artinya sebagai nilai dasar hidup orang Malukupun bergema: Sapa bale batu, batu
gepe dia—Sapa langgar sumpah, sumpah bunu dia.
Sayup-sayup lagu pancasila rumah kita dibunyikan,
orang-orang berdiri setelah isyarat acara selesai setelah sebuah petisi
dibacakan yang pada intinya berkomitmen terus untuk menjaga kehidupan damai di Maluku.
Dua buah kain putih dibentangkan, setiap orang diberikan kesempatan untuk
menilis pesan damainya, sesuatu yang sakral bagi saya, sesuatu yang tidak bisa dianggap
sepale di tanah yang pernah digenangi darah dari orang-orang yang gugur
berjuang setidaknya mempertahankan kehidupannya atau malah mereka yang sia-sia
jadi korban keadaan yang sama sekali tidak diinginkan. Pesan-pesan damai,
provokasi-provokasi damai bersatu dalam jubah keinginan untuk hidup lebih baik.
Malam manis refleksi Badati Damai ditutup dengan lagu
gandong yang menghantar langkah setiap orang pulang membawa misi menjaga
kedamaian. Apa mau dikata, bila semakin banyak orang-orang berkumpul untuk kebaikan maka sebesar
apapun sebuah niat jahat pasti akan bisa dihancurkan. Dari jarak yang tidak
begitu jauh saya menepi disalah satu sudut gong perdamaian, merekam senyum manis dan raut wajah bahagia dari semua orang yang datang, orang-orang yang memilih berkumpul dan menjadi
provokator perdamaian, berjuang untuk mengatakan tidak pada luka baru karena telah berhasil belajar dari luka lama yang disembuhkan dengan cinta kasih..
Terus berkumpul
teman-teman, jika setiap anak Maluku memilih lahir sebagai provokator damai.
tanah ini akan kita lindungi, akan kita jaga dari segala kejahatan yang datang. Orang Maluku hidup damai: laeng sayang laeng, laeng
lia laeng,
Salam damai sodara
badati samua :)
2 komentar:
Katong tidak perlu terlena dengan soal apakah Anak2 Maluku Cinta dAMAI atau tidak!, kATONG aNAK2 mALUKU PADA DASARNYA cinta damaI, Soalnya sekarang apakah.....Sentuhan Provokasi "DAMAI" ini sudah merambat dan menjadi Benalu bagi kelompok/komunitas radikal + Oknom Milteristik yang berkeliling di Tanah Maluku.
Kalau belum sampai ke situ, maka katong harus sekarang pikirkan dan bergerilya menuju sumsum itu sekarang.
Kalau seng begitu, Bisa jadi BADATI justeru merujuk hanya pada pagelaran seremonial saja semata.
Jangan Seperti Pencanangan GONG PERDAMAIN yang jadi kaku di pusat kota, bahkan tempat acaranya BADATI. Sesunghynya GONG PERDAMAIAN belum pantas di MONUMENTALkan di Ambon.
Salam DAMAi
Wirol Haurissa,
dangke banya2 buat tulisan mu. beta merasakan nya sampai ke sumsum tulang ku, tanpa terasa airmata menetes.....
Terharu....
terima kasih teman-teman,
terima kasih buat kerja yang indah buat per DAMAI an di Maluku.
terima kasih Opa Rudi Fofid buat doa2 yg dipanjatkan
terima kasih Usi Elsye Syauta buat terjemahan yg dibacakan
bulu-kuduk ku berdiri mendengarnya walau raga ku tak hadir disana, GEMA nya terdengar sampai kedalam sanubari ku.
terima kasih TUHAN, kebesaran MU dinyatakan lewat orang2 muda ini.
Tolong Berkati seluruh usaha mereka men DAMAI kan hati saudara2 ku di Maluku sana......
Hormat buat semua teman pendukung acara ini. Walau beta menyesal tak bisa hadir, tapi semua terobati lewat tulisan Wirol.
TeteManis sayang katong samua !!
Posting Komentar