Maaf itu datangnya (harus) dari Hati

Share on :
Kadang saya masih sering bingung dengan apa itu maaf. Ini bukan tentang definisi maaf tapi tentang nilai rasa dari maaf itu sendiri. Bagi saya maaf bukan cuma sekedar kata, maaf adalah sikap dan sebagai sebuah sikap maaf adalah buah dari sebuah perjalanan panjang atau mari kemudian disebut sebagai hasil dari perjuangan guna memperoleh maaf itu sendiri.

Sebelas jam yang lalu Ri Nai menulis (bukan) festival maaf yang kurang lebih intinya ingin menyampaikan maksud bahwa kata maaf jangan hanya dipakai pada sebuah momentum ritual belaka saja. Kata maaf kini berseliweran di mana-mana, mulai dari microbloging twitter, facebook sampe sms bahkan Broadcast Message.Pada prinsipnya semua adalah sah-sah saja, karena ketulusan dari maaf tersebut tidak akan dapat di ukur orang lain kecuali oleh mereka yang saling meminta dan member maaf tapi saya merasa harus ada yang di ingat bahwa di hari biasa maaf itu bukan sesuatu yang murah namun dalam produk budaya seperti lebaran saat ini "maaf" seperti anjlok, cuci gudang, turun harga habis-habisan.

Pada Prinsipnya kita memang telah diperintahkan untuk menjadi manusia yang ikhlas dan di dalam keikhlasan tersebut maaf adalah sebuah kecenderungan yang harus di miliki. Lebaran memang adalah momentum yang sungguh mengingatkan kita perihal keikhlasan dan maaf memaafkan tersebut karena bila ternyata maaf yang tempatnya istimewa itu menjadi murah karena dengan satu kali pencet kita bisa kirim maaf ke semua orang sesungguhnya kita sedang mengkerdilkan nilai maaf itu sendiri.

Selepas magrib tadi, saat toa-toa mesjid seantero kota Ambon mulai menggemakan takbir tanpa sengaja saya bertemu dan berkenalan dengan seorang anak belasan tahun yang kekurangan uang di sebuah warung telepon. Anak itu bernama Ical, seorang perantau yang ternyata tidak mudik dan keabisan pulsa untuk menelpon orang tuanya di Pulau jawa sehingga memilih fasilitas Wartel untuk menunaikan niatnya mengucapkan permohonan maaf. Berkaca-kaca mata saya ketika mata anak kebingungan itu meminta uang kembalian saya di lapak Koran untuk membayar kekurangan biaya telponnya tersebut, sedang saya dan ratusan bahkan ribuan orang lain sedang berwara wiri dengan mudahnya mengucapkan maaf-ical malah kesulitan, antara rasa tidak puas bercengkrama dari KBU sebuah wartel dengan orang tua nan jauh di mata dan rasa syukur bahwa di telah berhasil menunaikan niatnya untuk meminta maaf kepada kedua orang tuanya.

Mbok Venus siang tadi ngetwit " timeline akan di penuhi orang-orang bermaaf-maafan, dua hari ini saja. Hari ketiga gimana? " dan saya spontan mereply twit tersebut dengan "pulang kampung". Yaa, maaf sekiranya akan pulang kampung setelah lebaran, kembali naik harga, kembali mahal dan kembali ditawar-tawar. Tapi semoga tidak demikian (lagi) adanya, karena kita termasuk orang-orang yang maafnya datang dari hati dan menjadi gaya hidup kita, tentunya tidak perlu menunggu-nunggu atau di karenakan momentum tertentu maaf memaafkan akan selalu kita pilih dalam hidup.

Mohon maaf bila postingan ini terkesan "sok tahu" yaa :D, ini cuma tentang apa yang saya rasakan maka itu saya coba bagikan, tanpa bermaksud menghakimi atau bahkan menggurui (jelas iphank belom minat tes cakim juga belom memutuskan jadi guru. hhe). Minal aidin semua kawan, semua saudara. Mungkin benar banyak dari kita belum pernah bertemu muka tapi salam dari lubuk hati yang paling dalam "Mohon Maaf Lahir dan Batin" untuk keluarga besar Ngerumpi :)
---
Titip salam untuk orang tua ical yang entah di mana (lupa saya tanyakan :D)

*diposting untuk akun saya di ngerumpi.com 

0 komentar:

Posting Komentar