Perempuan Maluku dalam Cengkraman Budaya Patriarki

Share on :
monumen martha christina
ini adalah sebuah catatan kecil yang terlambat saya tuliskan sebagai intisari siaran radio dengan topik “perempuan hijau “ dalam rangka peringatan hari bumi dan hari kartini bulan lalu. Mengapa perempuan hijau ? alasannya adalah agar bermakna ambigu yang berarti perempuan – perempuan muda; semangat kartini – kartini mudaa dalam menjawab tantangan – tantaangan kekinian dan perempuan – perempuan hijau yang peduli terhadap isu – isu lingkungan hidup. Tapi posting saya ini lebih akan saya tegaskan pada catatan – catatan kecil menyangkut posisi perempuan Maluku dalam budaya masyarakat yang patriarki.

Maluku adalah salah satu wilayah di Indonesia yang sampai saat ini kehidupan masyarakatnya lebih menggunakan perspektif hukum adat untuk menyelaraskan tata kehidupan sehari - hari masyarakatnya selain pula kerangka hukum normatif sebagai sebuah kemutlakan. Dalam budaya hidup orang Maluku yang patriarki, perempuan mendapatkan posisi tersendiri—posisi sebagai kaum yang berada di balik punggung laki – laki, berada di garis belakang untuk mengurusi segala hal menyangkut pangan, rumah, anak dan berbagai pekerjaan perempuan pada umumnya. Namun menjadi sebuah catatan kecil yang sangat penting untuk ditegaskan bahwa meskipun berada dalam kepungan budaya Patriarki, perempuan Maluku mendapaatkan posisi istimewa yaitu harus dilindungi, harus didahulukan dan sudah sejak lama dibiarkan menceburkan diri dalam kubangan emansipasi.


Adalah Martha Christina Tiahahu seorang perempuan Maluku dari Nusa Laut yang sejak awal menjadi bukti bahwa perempuan Maluku memiliki otoritas penuh untuk menentukan sikap—pilihan hidupnya. Martha Christina adalah satu dari sekian nama lain di Maluku yang dicatat sebagai pahlawan nasional pra – kemerdekaan Indonesia. Dalam berbagai catatan sejarah, Martha Christina disebut sebagai perempuan Maluku yang memilih hidupnya untuk bersatu dengan barisan perjuangan rakyat dalam melawan penjajah dan hal tersebut dilakukannya tanpa mendapatkan tentangan dari keluarga jhusnya aki – kaki karena terbukti Christina Muda bergabung dalam pasukan yang dipimpin ayahnya Paulus Tiahahu dengan bermodalkan Tombak di tangan kanannya. Martha Christina Tiahahu mati dibuang dilaut banda dan sekali lagi dirinya menjadi satu dari sekian banyak perempuan Maluku yang mungkin tidak dicatat telah memilih hidup mereka sebagai pejuang setara dengan laki – laki.

Masyarakat Maluku adalah masyarakat yang boleh disebut terpolarisasi untuk pecaya akan mitos – mitos dan mengagungkan simbol – simbol dalam kehidupan sehari – harinya. Di Maluku, bukti lain bahwa perempuan Maluku mendapatkan posisi yang istimewa adalah kedudukan perempuan dalam banyak mitos dan simbol, misalnya penamaan atas pulau seram yang dinamakan oleh masyarakat Maluku dengan nama Nusa Ina yang berarti Pulau Ibu, pulau terbesar yang disimbolisasikan menaungi kedudukan – kedudukan pulau – pulau yang lebih kecil lainnya termasuk pulau Ambon. Dalam banyak mitos seperti hikayat yang melatarbelakangi adanya gunung nona tentang seorang perempuan yang melakukan perjalanan (pelariannya) hingga akhirnya mati di Gunung tersebut dan dihormati dengan diberikan penamaan tersebut. Legenda manusia pertama dipulau Ambon yang dikenal dengan nama boi ratan juga beradasaarkan cerita adalah seorang perempuan. Di kota Ambon sendiri terdapat dua nama jalan yang mengingatkan kita terhadap pengaruh perempuan yaitu Ina Tuni sebuah perkumpulan perempuan di zaman hindia belanda dan Saar Sopacua yaitu salah satu tokoh penggerak Palang Merah Indonesia diawal – awal masa kemerdekaan. Perempuan Maluku mendapat tempat yang istimewa dalam ruang hidup masyarakat Maluku meski berada dalam lingkup budaya laki – laki.

Dalam perspektif emansipasi, perempuan Maluku sudah sejak lama diberikan kesempatan untuk menjadi lebih dari sekedar serdadu dapur atau penunggu rumah. Sejak awal keberadaan sekolah guru dan perawat di Ambon perempuan Maluku diberikan keleluasaan untuk masuk ke dalamnya yang jelas kemudian akan bermuara pada pekerjaan – pekerjaan yang memiliki kelas sosial tersendiri sehingga sudah sangat bisa dibuktikan bahwa sekali lagi perempuan – perempuan Maluku adalah manusia – manusia yang merdeka atas tubuh mereka dan hidup mereka.

Tentang problematika menyangkut perempuan belakangan ini menyangkut eksploitasi, kekerasan, diskriminasi terhadap tubuh perempuan menurut saya adalah problematika yang terjadi di berbagai tempat termasuk Maluku namun lebih dari lewat catatan ini saya ingin menegaskan satu hal sederhana bahwa perempuan sudah seharusnya ditempatkan dalam posisi yang tinggi dan nilai yang istimewa karena dipandang dari sudut manapun perempuan adalah salah satu unsure utama dari kehidupan manusia.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi informasi yang mencerahkan. salam

0 komentar:

Posting Komentar