Menjahit Mimpi

Share on :

Jelas adanya setiap orang memiliki mimpi atau yang disebut impian dan kurang lebih secara sederhana disama artikan dengan cita – cita atau tujuan pencapaian. Bagi saya semuanya tentu sama saja, apapun istilahnya, apapun nama yang dipakaim, maknanya tentu bermuara pada hasil akhir apa yang disebut keinginan. Apakah manusia harus selalu memiliki keinginan ? jawabannya adalah iya karna bayangkan saja hidup ini tanpa “kekuatan” keinginan tapi apakah kita perlu punya banyak keinginan ? jawabannya adalah relatif tergantung prisip dan cara pandang masing – masing orang tapi bagi saja jawabannya tetaplah iya.

Sebuah mimpi atau mimpi – mimpi sering kali sobek, terkoyak keadaan atau tergilas kenyataan yang tidak sesuai tap[I pemimpi yang baik adalah mereka yang selalu mampu menemukan cara untuk menjahit mimpi atau mimpi – mimpi tersebut. Bagi saya sebenarnya bukalah mimpi atau mimpi – mimpi yang sobek tapi keyakinan. Keyakinan kitalah yang menghidupkan setiap mimpi maka bila keyakinan kita terganggu hal tersebut akan berakibat fatal terhadap apa yang kita impikan.


Apa yang diimpikan atau apa yang diyakini adalah selalu tentang apa yang kita pikirkan, sebuah kutipan popular dari Napoleon Hill “What the mind of man can conceive and believe, the mind of man can achieve”  yang kurang lebih saya artikan pikiran yang sukses adalah pikiran yang mampu berangan – angan dan yakin. Saya memang bukan pemimpi yang baik karena masih terlampau banyak hal yang saya impikan yang belum menjadi kenyataan tapi saya percaya selama mimpi—selama impian – impian tersebut saya biarkan hidup liar mengelilingi saya setiap harinya dan memotivasi selalu untuk melakukan segala hal yang bias mendekatkan diri saya dengan keinginan – keingibnan saya tersebut, saya yakin waktu itu akan tiba; waktu dimana  mimpi menjadi keyataan.

Pagi tadi ibu menyodorkan sebuah sms yang berisi sebuah situs yang sedang menerima lamaran pekerjaan dan yaa setelah sarjana kemarin saya resmi menjadi penggangguran yang walaupun bisa menepuk dada karna memiliki penghasilan walaupun tidak menentu namun apa yang saya kerjakan tersebut tidaklah terkategorikan sebagai pekerjaan sehingga saya harus bangga menyandang status pengangguran. Kadang saya berpikir untuk apa peduli tapi kembali ada banyak hal yang harus dipertimbangkan termasuk perspektif orang banyak tentang apa yang terkategorikan sebagai “pekerjaan” yang akhirnya mau tidak mau suka tidak suka juga harus kita terima apalagi dikota kecil model ambon dimana masyarakatnya boleh dibilang konservatif memandang hal ini tapi mimpi saya belum berubah dan ibu saya tersenyum lalu berkata “ terserah nak, ibu Cuma menyampaikan pesan “.

Ibu tahu saya tidak bermimpi kaya raya tapi dia juga punya harapan anaknya bias hidup mapan. Setelah meninggalkan ibu saya berusaha menjahit mimpi saya, mengetatkan kembali sambungan – sambungan mimpi bertapa saya masih ingin terus ada dijalan dan melakukan segala hal yang saya senangi, saya kehendaki dan tentu saja saya yakini. Dari kesekian mimpi saya ada dua hal yang menjadi prioritas utama yang pertama menjadi manfaat dan yang kedua menciptakan karya yang sampai saya matipun mampu menjadi kenangan untuk banyak orang maka saya terus bermimpi dan menjahitnya ketika mulai… —jangan putus.  

0 komentar:

Posting Komentar