surat seorang teman korban konflik tentang belajar dari perbedaan

Share on :


Ini adalah satu dari sekian surat yang dikirimkan seorang teman untuk untuk saya. Beberapa bulan sekali, 5 tahunan yang lalu saya selalu dikirimi surat oleh seorang teman kecil yang akhirnya diefakuasi pindah ke bau – bau Sulawesi tenggara setelah kehilangan kediaman, harta benda, keluargaa dan terlebih kedua orang tuanya saat konflik kemanusian yang terjadi satu dekade silam di Maluku. Teman saya tersebut selalu mengirimi surat yang isinya kurang lebih selalu sama, dia selalu bercerita tentang sakit, duka dan kesedihan yang dialaminya. Dia selalu meminta sayaa membaca surat – surat yang dikirimkannya dipusara kedua orang tuanya.

“ …luka itu perih. Menyayat sungguh karena kita memang tak tahu apa – apa. Tiba – tiba rumah dibakar, bapak dan ibu dibunuh dan saya dilarikan polisi ketempat pengunsiaan tanpa seorangpun yang saya kenal. Untuk siapa saya menangis saat itu sedang orang – orang, anak – anak dikiri dan kanan saya juga menangis. Rumah mereka dibakar, orang tua mereka mungkin juga mati dan atas nama perbedaan kita harus bisa bilang maklum dan berhenti menangis saat itu. “
---

Lama saya tidak dikirimi surat oleh teman kecil saya itu. Mungkin dia sudah lupa tapi saya lebih percaya bahwa dia sedang belajar menerima. Sudaah lima tahun dia menjadi pengungsi, beranjak dewasa dengan hidup yang dalam tebakan saya belum sepenuhnya jelas. Datang sebuah surat beberapa minggu lalu dan saya lega untuk bisa tersenyum karena tebakan saya terbantahkan. Teman saya itu sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir dan aktif menjadi aktifis kemanusiaan. Ini suratnya setelah tidak lagi mengirimkan saya suar kurang lebih 4 tahun.

Kawan, apa kabar ?
Langit hitam sudah tersapu meski duka masih terlalu sering datang. Mungkin duka memang akan selalu milik kita, seperti layaknya kita bersuka cita menerima kebahagia, dukapun harus kita perlakukan dengan cara yang sama. Saya harap kamu masih sering zIarah ke kubur orang tua saya, terima kasih untuk itu. Mungkin tahun ini saya akan pulang lagi ke Ambon, setidaknya untuk mengunjungi pusara orang tua saya.

Sebentar lagi saya jadi sarjana hukum, belakangan saya aktif di salah satu LSM yang bergerak untuk kemanusiaan. Hidup mengajarkan kita banyak hal, termasuk apa – apa yang sudah kita yakini sebagai keyakinan masa kecilpun senantiasa ternyata harus diuji dengan peristiwa. Saya percaya, lebih dari itu saya yakin bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup setiap manusia sudah digarisskan dan mengandung makna untuk hidup masing – masing manusia.

Dulu orang bunuh – bunuhan atas nama agama, padahal sebelumnya kita hidup berdampingan, apa kita memang mau saling bunuh – bunuhan ? saya tidak yakin, saya lebih yakin bahwa ayah saya orang baaik yang selalu bertegur sapa dengan siapa saja dan ibu saya juga adalah orang baik yang senantiasa membagi makanan yang dimasaknya dengan para tetangga. Perbedaan dijadikan alasan, konflik dijadikan alat dan kepentingan sekelompok orang menjadi halal untuk untuk diloloskan dengan merampas hak hidup-kedamaian orang lain

Ada satu bagian penting yang harus dijadikan pelajaran, bahwa peristiwa konflik yang terjadi atas nama perbedaan adalah benteng baru sejarah peradaban manusia masa datang, kita pernah jatuh, kita pernah sakit dan menringis kesakitan maka yang terbaik adalah sadar sungguh bahwa tidak ada yang salah dengan perbedaan karena perbedaan sejatinya adalah ciptaan tuhan yang maha esa.
Saya sudah ikhlas kawan, semua terjadi untuk dipahami-dipelajari sebagai pegangan hidup. Jangan lupaa ke gereja kawan, saya selalu mendoakanmu dan keluargamu dalam setiap sujudku siang dan malam.

Salam
Kawan, saudara

---
Perbedaan adalah fitrah, bersifat hak dan hakiki sebagai keyakjinan personal maka kita tidak akan pernah bisa “layak’ untuk menjadikannya alasan untuk saling “menyakiti”. kita hanya perlu hidup berserah dengan berjalan setiap harinya hingga tiba lagi matahari pagi dan hidup akan lebih baik dengan belajar menerima.

1 komentar:

NIT NOT mengatakan...

...sungguh miris membaca surat dari teman lamanya...salam...

Posting Komentar