Menulis Damai

Share on :
http://photoblog.almascatie.com/
Life begins on the other side of despair - Sartre

Seberapa penting sebuah peristiwa pahit untuk diingat ? jawabannya adalah penting. Sebuah peristiwa pahit penting kiranya untuk diingat karna pada tahapannya mampu dijadikan momentum, batu tapal untuk menuju sebuah kondisi yang dicita-citakan. Setiap kejadian atau peristiwa pada kenyataannya menyisakan ingatan, pengalaman-pengalaman yang bila diterima akal sehat akan menjadi bahan pencerahan untuk fase berikutnya, fase perbaikan.

Kemarin untuk ke 13 tahunnya orang Maluku kembali mengenang tanggal 19 januari, tanggal penting yang secara sadar diingat sebagai momentum pecahnya konflik kemanusiaan di tanah raja-raja yang sebelumnya terikat dalam ikatan kekeluargaan dan kehidupan damai yang begitu tinggi nilainya. Rupa-rupa peringatan, rupa-rupa pula refleksi yang kiranya mampu disimpulkan sebagai bentuk kesadaran kritis orang Maluku. Arus besar masyarakat mengutuk peristiwa “idul fitri kelabu” tersebut sebagai bagian yang harusnya tidak pernah terjadi dalam sejarah hidup bangsa Maluku namun arus setelah itu menerima secara lapang dada dan mau menyebut peristiwa tersebut sebagai pelajaran berharga peradaban manusia Maluku.

Secara pribadi saya mencatat banyak sekali pandangan yang sekian tahun terbangun sebagai konsentrasi kajian menyangkut konflik kemanusian di Maluku bahwa tahun-tahun tersebut adalah masa terendah peradaban hidup orang Maluku sebagai bangsa besar yang berbudaya dan bermartabat luhur serta merupakan bagian dari konspirasi politik kepentingan kelompok yang pada kenyataannya telah menciptakan potensi konflik dalam masyarakat itu sendiri.

Universitas Kristen Indonesia Maluku tepat bersamaan dengan momentum 13 tahun pecah peristiwa konflik kemanusiaan yang meluluh lantahkan nilai-nilai kehidupan orang basudara tersebut meluncurkan sebuah pusat studi perdamaian sebagai bagian dari program pasca sarjananya. Sebuah langkah [emting kiranya mengingat peristiwa yang pernah terjadi belasan tahun silam tersebut sudah semestinya menjadi bahan kajian secara lebih terarah berbasis ilmu dimana akan melahirkan pemikir-pemikir baru dengan pandangan-pandangan yang berbasis empiris serta misionaris-misionaris perdamaian dari Maluku.

Rangkaian refleksi dibuat, ragam diskusi diselenggarakan sebagai bentuk “mengenang kembali” peristiwa 13 tahun silam tersebut, di online media twitter berseliweran pesan yang menegaskan sikap, pilahan orang maluku bahwa hidup damai adalah pilihan mutlak. Damai dalam kata adalah bentuk penegasan terhadap pilihan sikap hidup dan damai dalam perbuatan adalah m,anifestasi dari kata-kata perdamaian yang telah dituliskan. Pernyataan-pernyataan yang menggelembung di online media dalam memonetum 19 januari kemarin adalah bentuk positif dari semangat bahwa perdamaian adalah sesuatu yang harus ditulis dan kedamaian adalah kondisi yang harus sama-sama diperjuangkan.

Mengingat atau kemudian mengenang momentum mula-mula konflik kemanusiaan di Maluku  secara tegas bagi saya bukan merupakan romantisme semata bahwa ada kesakitan atau rasa perih atau kekecewaan yang mungkin untuk diletupkan kembali melainkan sebagai momentum sebagaimana telah disebutkan diawal untuk menjadi momentum atau batu tapal perbaikan. Orang maluku harus belajar dari apa yang pernah terjadi di tanah lahirnya dan bersikap untuk menghalau segala kemungkinan akan terjadi lagi peristiwa yang sama. Negara inipun harus “buka mata” dan belajar dari apa yang pernah dialami bangsa Maluku lalu secara aktif mendukung kelangsungan hidup perdamaian khususnya elemen-elemen structural yang memiliki wewenang kebijakan,

Pada akhirnya saya merasa logis untuk suatu ketika semua orang di Maluku untuk keluar kejalan-jalan merayakan 19 januari dalam bentuk karnaval, menulis damai sebagai sikap dimanapun dan dalam bentuk apapun sebagai bentuk pilihan sadar yang dilahirkan oleh pengalaman bahwa hegemoni kekuasaan telah mencederai nilai dan mengorbankan masyarakat yang awalnya hidup saling mengasihi dan orang maluku belajar untuk tidak jatuh lagi dilubang yang sama. Bila peristiwa pahit disebut ruang ingatan, tanggal 19 januari harusnya diprakarsai sebagai sebuah hari bersejerah orang maluku. Tanggal tersebut h harusnya diperingati dengan hikmat sebagai bentuk pelestaarian agar kiranya tetap hidup sebagai monument sejarah, sebagai laboratorium peradaban yang harus terus dingat dan dipelajari agar tidak terulang lagi.
Saya menulis damai, untuk teman, saudara, keluarga dan siapapun orang yang merasa penting dan harus hidup dalam kedamaian. Mena.




1 komentar:

nikychoy synyster mengatakan...

bro Luar Biasa
kita sama 2 cinta damai..
semoga Bangsa Kita tetap damai

http://sastranikychoysynyster.blogspot.com/

Posting Komentar