Maaf itu datangnya (harus) dari Hati

Kadang saya masih sering bingung dengan apa itu maaf. Ini bukan tentang definisi maaf tapi tentang nilai rasa dari maaf itu sendiri. Bagi saya maaf bukan cuma sekedar kata, maaf adalah sikap dan sebagai sebuah sikap maaf adalah buah dari sebuah perjalanan panjang atau mari kemudian disebut sebagai hasil dari perjuangan guna memperoleh maaf itu sendiri.

Sebelas jam yang lalu Ri Nai menulis (bukan) festival maaf yang kurang lebih intinya ingin menyampaikan maksud bahwa kata maaf jangan hanya dipakai pada sebuah momentum ritual belaka saja. Kata maaf kini berseliweran di mana-mana, mulai dari microbloging twitter, facebook sampe sms bahkan Broadcast Message.Pada prinsipnya semua adalah sah-sah saja, karena ketulusan dari maaf tersebut tidak akan dapat di ukur orang lain kecuali oleh mereka yang saling meminta dan member maaf tapi saya merasa harus ada yang di ingat bahwa di hari biasa maaf itu bukan sesuatu yang murah namun dalam produk budaya seperti lebaran saat ini "maaf" seperti anjlok, cuci gudang, turun harga habis-habisan.

#Maluku dalam karya @aanmansyur: Semacam cinta dan kesaksian

Aan Mansyur
Saya akhirnya bertemu Aan Mansyur yang di bicarakan itu. Kami mengobrol banyak dan tentu saya lebih banyak mendengar. Laki-laki sederhana yang karya-karyanya tidak biasa itu berbagi banyak hal, menjawab bertubi-tubi pertanyaan “acak” saya dengan lebih banyak cerita tentang dirinya sendiri; tentang bagaimana dirinya berkarya. Aan menyampaikan kecemasan (ini kata saya. Saya anggap Aan Cemas) dengan minimnya sastrawan/penyair muda dari timur Indonesia. Berulang kali Aan menyampaikan rasa cintanya pada kota Ambon, Maluku tempat lahir sekaligus tempat tinggal saya. Aan bilang “kamu bisa menulis keindahan yang ada disana” dan laki-laki itu telah memulainya jauh sebelum kalimat tersebut di sampaikan pada saya.

Ini adalah postingan yang mer-repost enam puisi  Aan Mansyur dari perjalanannya mengelilingi kepulauan Maluku yang saya percaya bisa jadi cambuk serta penyemangat sasatrawan Muda Maluku . Tentang perjumpaan bersama Aan mungkin akan saya ceritakan lebih panjang suatu hari nanti. Intinya saya bersyukur telah bertemu, bertatap-tatapan dan lebih dari itu bisa saling berpelukan (berkali-kali). Semoga ide dan keinginan kita bisa segera terwujud. Aan terima kasih :)  

Becak = Sebuah Gengsi

Becak di Ambon
Bagi mereka yang melancong ke Ambon sempat-sempatkanlah untuk berkendara menggunakan becak keliling kota. Becak di Ambon pada dasarnya sama seperti becak pada umumnya yang terdapat di kota-kota lain, beroda tiga dan di gerakan oleh tenaga manusia. yang membedakan becak di Ambon dengan becak-becak yang berada di tempat-tempat lain adalah gengsinya.

Anak Bantar Gebang Bisa Menang #17an


karna semua anak Indonesia punya hak yang sama untuk belajar dan jadi pandai

Di suatu malam yang absurd di sebuah trotoar denagn dua gelas kopi sebagai teman, saya dan Bhagavad Sambadha bertukar cerita, obrolan “sok tahu” tapi tidak “sok penting” karena apa yang kami obrolkan memang adalah sesuatu yang kami yajini penting (sampai disini maaf kalo beneran “sok tahu” yaa). kami mengobrol tentang belum meratanya pembangunan-tentang dampak pembangunan yang belum bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik dipandang dari klasifikasi sosial ekonomi maupun hal-hal teknis seperti luasnya wilayah yang mengakibatkan terbatasnya jangkauan dan dari semua semua sektor pembangunan yang masih terlambat tersebut pendidikan adalah sektor yang sangat disayangkan.

JAS MERAH


Presiden Soekarno pernah bilang "Jangan Melupakan Sejarah". Semangat yang kemudian di kenal dengan semangat Jas Merah ini sungguh menjadi sebuah nilai yang harus terus di amalkan. Apa jadinya anak bangsa yang katanya besar tapi tidak memahami sejarah bangsanya sendiri. Memahami sejarah perjalan bangsa akan membuat setiap orang memiliki alasan logis mengapa di a "harus" mencintai bangsa dan negaranya bukan cuma sekedar omdo alias omong doang. 

Sekarang Waktunya Semangat "Orang Muda"




"perjuangan dulu di lakukan dengan fisik, dengan air mata dan darah. setelah merdeka generasi muda hari ini hanya perlu melanjutkan perjuangan tersebut dengan tekun belajar dan berkarya hal-hal yang positif"


Kutipan diatas jelas bukan kutipan yang asing, setidaknya ketika jaman  SD dulu kita pasti sering mendengar guru-guru kita selalu menyampaikan kutipan tersebut. sederhana tapi bermakna dalam, begitu kurang lebih kesan yang akan timbul bila kutipan tersebut dihayati dengan sunguh-sungguh. tugas generasi muda memang tidak seberat pendahulu-pendahulu, pejuang-pejuang yang memenangkan kemerdekaan dengan darah dan air mata tapi kondisi tersebut juga bukan tanpa tantangan. kalau dulu musuh kita penjajah, sungguh saat ini musuh kita adalah anak bangsa sendiri, mereka-mereka yang cenderung apatis atau tidak memiliki rasa nasionalisme.

Generasi Manja (ayo) Melek Politik

“yang bilang gitu adalah generasi muda yang manja. generasi sekarang memang sukanya yang instan-instan aja”

Tanpa terasa program TV Provocative Proactive yang di tayangkan di Metro TV telah menginjak usia satu tahun. Usia yang tidak muda lagi untuk sebuah program TV mingguan yang di garap secara professional oleh Panji Pragiwaksono dkk. Sepanjang satu tahun perjalanannya Provocative Proactive tentulah telah melewati berbagai proses kreatif yang mematangkan konsep dasar program tersebut yang kurang lebih dalam pemahaman saya di arahkan untuk menjadi salah satu corong untuk menyuarakan kebenaran serta ajang edukasi politik publik khususnya di kalangan anak muda.

Masih dekat rasanya dalam ingatan gemuruh sambutan yang luar biasa ketika program obrolan ringan dengan celetukan-celetukan cerdas nan pedas tersebut pertama kali disiarkan tertanggal 31 Juli 2010. Kesuksesan tersebut terbukti dengan tercatatnya jumlah follower twitter @ProvocActive yang di buat hari itu juga mencapai angka 5000-an dan berhasil menjadi Tranding Topic dengan label “One of Indonesian brilliant TV Show on Metro TV”. Lewat informasi yang menggelembung di twitter seminggu sebelumnya sayapun menjadi orang yang ikut menantikan program yang kalau tidak salah ingat di kesempatan pertama tersebut menghadirkan Togar Sianipar dan tentu saja menjadi salah satu follower twitternya pada saat itu juga.  

Ramadhan, meja makan dan kenangan

Bedug di tabuh, adzan magrib berkumandang menandakan waktu berbuka telah tiba. Di meja makan ibu menyajikan hidangan berbuka seadanya sesuai selera keluarga. Bapak adalah seorang pecinta kolak singkong sehingga telah terjadwalkan sekian tahun dalam ingatan saya bahwa buka puasa di hari pertama dalam keluarga kami pastilah akan diisi dengan kolak berkuah coklat kental tersebut baru kemudian digilir dengan menu selanjutnya sesuai kegemaran kami.

Selain sebagai bulan yang mengembirakan dimana amal ibadah di lipat gandakan dan momengtum penyucian diri dengan menahan segala amarah ramadhan bagi saya juga adalah bulan di mana meja makan kembali mengambil peran dalam keluarga kami dan kenangan adalah menu utama akan yang menguap di antara pekerjaan mengisi perut ketika berbuka. Sebagai keluarga yang tidak memiliki budaya makan satu meja di hari-hari biasa, berbuka puasa merupakan sebuah moment yang memiliki kesan luar biasa dimana kami (saya, bapak, ibu dan adik perempuan) akan duduk mengelilingi meja yang sama dan menyantap makanan dalam waktu bersamaan.

“ kalo buka puasa begini bapak pasti ingat kakak. Dia yang selalu menunggu bapak pulang dan mengambil kantong berisi kue lalu tidak lupa bertanya apakah bapak membeli tart kentang pesanannya atau tidak “ bapak membuka suara pertamanya setelah lama kami terdiam menyantap makanan masing-masing

“ iya… kakak suka skali tart kentang “ adik perempuan saya mengiyakan setelah detik sebelumnya seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

Saya menatap ibu, menunggu komentarnya. Sebagai layaknya seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan beliaulah orang yang paling terpukul dan merasa kehilangan anak tertuanya—kakak perempuan saya yang berpulang lebih dulu di panggil sang maha kuasa. Peristiwa 8 tahun silam tersebut memang telah mampu di ikhlaskannya namun di mata saya ibu tetap adalah orang yang mampu memberi kalimat-kalimat emosional perihal segala yang dirasakannya terlebih-lebih di waktu-waktu kebersamaan seperti ini.